Minggu, 22 Mei 2011

Pengakuan Iblis kepada Rasulullah SAW

Dari Muadz bin Jabal dari Ibn Abbas :

Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba-tiba terdengar panggilan seseorang dari luar rumah: “Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku.”
Rasulullah bersabda: “Tahukah kalian siapa yang memanggil?”
Kami menjawab: “Allah dan rasulNya yang lebih tahu.”
Beliau melanjutkan, “Itu Iblis, laknat Allah bersamanya.”
Umar bin Khattab berkata: “Izinkan aku membunuhnya wahai Rasulullah”.
Nabi menahannya: “Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan oleh Allah untuk ini, pahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik.”
Ibnu Abbas RA berkata: pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi.
Iblis berkata: “Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin…”
Rasulullah SAW lalu menjawab: “Salam hanya milik Allah SWT, sebagai mahluk terlaknat, apa keperluanmu?”
Iblis menjawab: “Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa.”

“Siapa yang memaksamu?”
Seorang malaikat dari utusan Allah telah mendatangiku dan berkata:
“Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri.beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. jawabalah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin.”
“Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh.”

Orang Yang Dibenci Iblis
Rasulullah SAW lalu bertanya kepada Iblis: “Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?”
Iblis segera menjawab: “Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku benci.”
“Siapa selanjutnya?”
“Pemuda yang bertakwa yang memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT.”
“lalu siapa lagi?”
“Orang Aliim dan wara’ (Loyal)”
“Lalu siapa lagi?”
“Orang yang selalu bersuci.”
“Siapa lagi?”
“Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya kepda orang lain.”
“Apa tanda kesabarannya?”
“Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang -orang yang sabar.”
” Selanjutnya apa?”
“Orang kaya yang bersyukur.”
“Apa tanda kesyukurannya?”
“Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya.”
“Orang seperti apa Abu Bakar menurutmu?”
“Ia tidak pernah menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam.”
“Umar bin Khattab?”
“Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur.”
“Usman bin Affan?”
“Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.”
“Ali bin Abi Thalib?”
“Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. tetapi ia tak akan mau melakukan itu.” (Ali bin Abi Thalib selau berdzikir terhadap Allah SWT)

Senin, 16 Mei 2011

Hati-Hati Dengan Kebiasaan Baik Kita Yang Hilang

Oleh Addy Aba Salma

Kita manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan memiliki 2 sifat. Sifat taqwa dan sifat fujur. Kedua sifat ini bisa menjadi potensi dalam diri kita.
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketaqwaannya”. (QS. Asy-Syam [91] : 8)
Disebutkan di dalam Tafsir Ibnu Katsir Rasulullah SAW ketika membaca ayat di atas, beliau diam sebentar dan membaca do’a: “Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaannya. Engkau Wali dan Pemeliharanya. Dan Sebaik-baik yang menyucikannya”.
Do’a itu baik juga kita panjatkan kepada Allah SWT, agar potensi taqwa senantiasa terdapat dalam diri kita. Ketika potensi sifat taqwa itu ada dalam diri kita, bersyukurlah kepada-Nya akan hal itu, dan cobalah semai potensi sifat taqwa itu, teruslah sirami dengan kebiasan-kebiasan baik amal shalih. Pelihara agar ia tetap terpatri di dalam diri kita. Yang semua itu dapat mensucikan jiwa. Dan kita akan termasuk orang-orang yang beruntung.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”. (QS. Asy-Syam [91] : 9)

Rabu, 11 Mei 2011

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Istilah ini pertama kali muncul berdasarkan hadis Nabi tentang Iftiraq (perpecahan umat) :

“umatku ini akan terpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, semuanya akan masuk neraka kecuali satu saja. Para sahabat bertanya : “Siapa mereka itu wahai Rasulullah ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Mereka itu yang mengikuti sunnahku dan jamaah para sahabatku pada hari ini” [HR Tirmidzi dan Ath-Thabrani]

Ahlus Sunnah = mengikuti sunnah Nabi
Wal Jama’ah = dan jama’ah para sahabat, serta selalu bersatu dalam jama’ah kaum muslimin.


Bani Umayah pernah mengklaim sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama’ah untuk propaganda kekuasaannya, karena kenyataannya mayoritas kaum muslimin bersatu dibawah kepemimpinan khalifah dari kalangan mereka. Propaganda itu untuk menyudutkan kelompok-kelompok yang menentang dan memberontak terhadap Khalifah, yaitu kelompok Syiah dan Khawarij.

Istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah kemudian dipopulerkan oleh Imam Abu Hasan Asy’ari (260 H - 326 H) untuk memberi identitas kepada para pengikut theologi Asy’ariyah. Istilah itu untuk membedakan dengan kelompok Mu’tazilah dan berbagai aliran theologi sesat lainnya : Jabariyah, Qadariyah, Jahmiyah, Musyabibah, Mujasimah, Mu’atilah.

Pada perkembangan selanjutnya, Ahlus Sunnah Wal Jamah dikodifikasikan dengan lebih jelas oleh Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi (wafat 429 H) dalam bukunya Al Farq Bain Al Firaq (perbedaan diantara aliran-aliran), beliau merumuskan ada delapan kelompok yang termasuk golongan Ahlus Sunnah Waljamaah yaitu:

1.Mutakallimin (ulama kalam/theologi)
yaitu orang yang memahami secara pas masalah-masalah keesaan Tuhan, kenabian, hukum- hukum, janji dan ancaman, pahala dan ganjaran, syarat ijtihad, Imamah, dan pimpinan ummat, dengan mengikuti metodologi aliran as-Shifatiah (menetapkan sifat-sifat Tuhan) yang tidak terseret ke dalam faham antropomorfis (tasybih) dan ta’thil (meniaakan sifat2 Allah) serta bid’ah kaum Syi’ah, Khawarij dan sederet golongan bid’ah lainnya.

2. Fuqaha (ulama fiqih)
 yaitu para Imam Mazhab Fiqh, baik dari ahlur ra’yi maupun ahlul Hadits, yang menganut aliran al-Shifatiah (menerima sifat2 Allah) dalam masalah teologi menyangkut Tuhan dan sifat-sifat yang azali, membersihkan diri dari faham Qadariah dan Mu’tazilah. Menetapkan adanya ru’yah (melihat Tuhan di hari kemudian), kebangkitan, pertanyaan kubur, telaga, jembatan, syafa’at dan pengampunan dosa selain syirik serta menetapkan kekekalan nikmat bagi ahli sorga dan kekelan siksa terhadap orang-orang kafir dalam neraka. Disamping itu, ia mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, dan tetap menghormati Salaf, menetapkan wajibnya shalat Jum’at di belakang para Imam yang tidak terkena bid’ah dan wajibnya menetapkan hukum dari Qur’an, hadits dan Ijma’. Dan mengatakan sahnya menyapu dua khuf (sejenis sepatu), jatuhnya
thalaq tiga, mengharamkan mut=92ah, dan memandang wajib mentaati seorang pemimpin selama bukan maksiat.


3. Muhaditsin (ulama hadis)
 yaitu mereka yang ahli dalam melacak jalur-jalur Hadits dan Atsar dari Nabi, mampu membedakan antara yang shahih dan tidak, menguasai al-Jahr wat-Ta’dil (sebab-sebab kebaikan dan kelemahan seorang perawi Hadits) dan tidak terlibat dalam perilaku bid’ah yang sesat.

4. Ahlul Lughot (ulama bahasa Arab)
yaitu mereka yang ahli di bidang kesusasteraan, Nahwu Sharaf, dan mengikuti jejak pakar bahasa semisal al-Khalil, Abu Amr bin Al ‘Ala, Sibawaihi, al-Farra’, al-Akhfasy, al-Ashma’i, al-Muzany, Abu Ubaid dan sederet tokoh-tokoh lainnya dari Kufah dan Bashrah, yang tidak tercampur ilmunya dengan bid’ah kaum Qadariah atau Rafidah atau Khawarij.

5. Mufassirin (ulama tafsir)
 yaitu mereka yang mengetahui aneka ragam qira’at Qur’an dan orientasi penafsirannya dan pena’wilannya sesuai dengan aliran Ahlussunnah waljama’ah tanpa terpengaruh kepada pena’wilan para pengikut hawa nafsu yang sesat.

6. Mutasawwifin (ulama tasawuf)
 yaitu para Zuhad Sufi yang giat beramal dengan tulus ikhlas dan menyadari sepenuhnya bahwasanya baik pendengaran, penglihatan dan hati semuanya dipertanggungjawabkan di depan sang Khaliq yang takkan bisa lalai sebiji atom pun dari pandangannya. Olehnya itu, mereka giat beramal tanpa banyak bicara, konsisten dalam ketauhidan, menafikan tasybih serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.

7. Mujahidin
yaitu mereka yang bertempat di pos-pos pertahanan kaum Muslimin untuk menjaga kemanan negara dari serangan musuh, menjaga kehormatan ummat Islam baik materil maupun moril dengan berupaya menumbuhkan di pos-pos pertahanan mereka aliran Ahlussunnah waljama’ah.

8. Semua orang di semua negara yang di dalamnya dikuasai oleh syi’ar Ahlussunnah waljama’ah dan yang mengikuti ketujuh kelompok diatas.

Selanjutnya Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi (wafat 429 H) dalam bukunya yang sama Al Farq Bain Al Firaq pada bab lima merumuskan 15 arkanul din (rukun/ pokok agama) bagi Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yaitu dasar-dasar atau ushulnya ialah:

Rukun Yang Pertama,
Yang disepakati dikalangan mereka rukun pertamanya mengithbatkan hakikat-hakikat dan ilmu-ilmu yang mereka ijma’kan tetapnya ilmu-ilmu itu dengan makna-makna yang ada pada para ulama dan dianggap sesat mereka yang menafikan ilmu dan lain-lain sifat (a’rad) seperti yang berlaku pada golongan “Sophists” (ini boleh terkena pada pemikiran pascamodernisme) yang menafikan ilmu dan hakikat-hakikat benda-benda yang ada. Demikian pula sesatnya mereka yang menganggap semua pegangan dan kepercayaan sebagai sah walau pun yang saling berlawanan dan bercanggahan.

Ulama ahli Sunnah membahagikan ilmu manusia kepada yang bersifat badihiah, yang hissi, dan istidlali - mereka yang menafikan ilmu yang bersifat badihi dan hissi - melalui pengamatan pancaindera - sebagai golongan degil.

Mereka yang menafikan ilmu dari tilikan akal (al-nazar) dan istidlali (dengan mengambil dalil pemikiran) , kalau ianya seperti golongan Sumniyah yang mengingkari penilikan akal dalam ilmu akliah ia kafir mulhid, seperti golongan dahriah atau materialist, yang berpegang kepada sediakalanya alam, penafian adanya Tuhan Pencipta alam, berserta dengan fahaman membatalkan semua agama-agama (dan ini juga menyentuh pemikiran pascamodernisme sekarang).

Kalau orang demikian berpegang kepada tilikan akal dalam ilmu akliah dan menolak kias dalam cawangan hukum Syara’ seperti mazhab Zahiriah, itu tidak membawa kepada kekufuran.

Ahlis-Sunnah mengajarkan pancaindera yang mengesani perkara-perkara zahir yang boleh dikesani olehnya (al-mahsusat) ialah pemandangan mata bagi mengesani apa yang boleh dilihat, perasa yang mengesani seperti rasa makanan, penciuman bagi mengesani bau, sentuhan bagi mengesani panas dan sejuk, basah dan kering, sifat lembut dan kasar.

Ahlis-Sunnah mengajarkan apa-apa yang dicapai melalui pancaindera ini berupa sebagai makna-makna (al-ma’ani) yang berdiri dengan alat-alat pancaindera itu. (Ilmu yang berpunca daripada pengesanan melalui pancaindera dan tilikan akal boleh diperpanjangkan dengan perlaksanaan kaedah saintifik, penyelidikan, dan pemikiran serta rumusan ilmu pengetahuan dan alat-alat kelengkapan yang diperlukan zaman sekarang sampailah kepada ICT dan seterusnya).

Mereka mengajarkan bahwa khabar berita yang mutawatir - yang sampai melalui punca yang terlalu banyak yang tidak memungkinkan salahnya - adalah jalan ilmu yang daruri - tidak boleh tidak - yang sah bila cukup syarat-syaratnya pada mereka. Termasuk ke dalam contoh ini ialah pengetahun kita tentang para nabi dan raja-raja sebelum kita dalam sejarah. Adapun sahnya penegasan tentang pangkat kenabian para anbiya itu maka itu sah melalui hujah-hujah nazariah atau tilikan akal.
Maka dikirakan kafir mereka yang mengingkari ilmu dari kaedah atau jalan riwayat mutawatir.
Mereka memperincikan ciri-ciri riwayat yang mutawatir, yang mustafid, dan yang bersifat ahad, yang terakhir dengan periwayat seorang atau terlalu sedikit.
Berita ahad pada Ahlis-Sunnah bila sahih sandarannya dan matannya tidak mustahil pada akal, maka mesti diamalkan ajarannya. Dengan kaedah ini para ulama fiqh mensabitkan kebanyakan hukum Syariat dalam ibadat, mu’amalat, dan lain-lain bab haram dan halal.
Mereka menganggap sesat golongan-golongan yang menggugurkan wajib beramal dengan riwayat ahad seperti golongan Syiah Rafidah, Khawarij, dan lain-lain golongan yang mengikut hawa nafsu mereka.
Khabar mustafid adalah ditengah-tengah antara mutawatir dan ahad - mesti berilmu dengannya dan mesti beramal dengannya. Termasuk di bawah kaedah ini ialah ilmu tentang beberapa ma’jizat Nabi s.a.w. seperti terbelah bulan, bertasbihnya anak batu, meratapnya pelepah tamar, cukupnya makanan sedikit bagi orang ramai dan seterusnya.

Khabar mustafid banyak terdapat dalam hukum Syara’ seperti nisab zakat, had khamar, ilmu tentang menyapu dua kasut panjang, hukum rejam, dan yang sepertinya yang disepakati ulama fiqh tentang penerimaan terhadapnya; dianggap sesat mereka yang menyalahi mereka dalam hal ini seperti golongan Khawarij, yang mengingkari rejam.
Dan dikirakan kafir mereka yang mengingkari ru’ya atau memandang Allah di Syurga, Kolam nabi di akhirat, syafa’ah dan azab kubur.

Sabitnya Quran, zahirnya, dan mu’jizatnya yang menyebabkan ianya tidak boleh ditentang itu melalui riwayat mutawatir yang menjadikannya ilmu daruri.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah mentaklifkan para hambaNya mencapai ma’rifat terhadapNya, dan mereka diwajibkan tentangnya, juga mereka disuruh berma’rifat dalam hubungan dengan RasulNya, dan KitabNya, serta beramal dengan apa yang ditunjukkan oleh Kitab dan Sunnah nabiNya.
Dianggap kafir mereka yang menegaskan bahawa Allah tidak menyuruh ma’rifat seseorang itu, seperti yang diperpegangi oleh Thumamah, dan al-Jahiz, dan segolongan daripada Syiah Rafidah.
Mereka bersepakat bahawa usul Hukum Syariat ialah Quran, Sunnah, dan Ijma’ golongan Salaf. Mereka anggap kafir pihak yang menegaskan - seperti golongan Syiah Rafidah - bahawa tidak ada hujah sekarang ini pada Quran dan Sunnah kerana pada dakwaan mereka para Sahabat telah mengubah sebahagian dari Quran itu dan melakukan “tahrif” pada setengah daripadanya.
Mereka anggap kafir golongan Khawarij yang menolak semua hadist-hadist Sunah yang dinukilkan oleh para periwayatnya oleh kerana mereka mengatakan para penukil hadist itu - termasuk Sahabat - menjadi kafir.
Mereka menganggap kafir al-Nazzam yang menolak hujah ijma’ dan hujah mutawatir, dan yang berpegang kepada harus berlakunya persepakatan umat Islam atas kesesatan dan kemungkinan berlaku pembohongan di kalangan mereka yang terlibat dalam riwayat yang mutawatir.


2. Rukun Yang Kedua.
Tentang baharunya alam ini, yang mereka sepakati ialah alam itu ialah sekelian yang selain dari Allah. Maka sekelian yang lain dari Allah dan sifat-sifatNya yang azali adalah makhluk yang diciptakanNya. Pencipta alam bukan makhluk, bukan dicipta, bukan dari jenis alam, bukan dari jenis sesuatu bahagian atau juzu’ alam. Mereka bersepakat alam ini terdiri dari zat dan sifat (jauhar dan ‘arad).
Mereka mengajarkan tiap jauhar - iaitu atom - tidak boleh dibahagi (Sekarang ini ianya boleh dibahagi- proton, neutron, dan sebagainya, dengan entiti-entiti baharu seperti “quarks” dan seterusnya dalam fizik quantum).
Mereka mengajarkan adanya para malaikat, jin, dan syaitan-syaitan daripada makhluk-makhluk dalam alam. Mereka aggapkan kafir mereka yang mengingkari ini semua seperti golongan ahli falsafah dan puak Batiniah.
Mereka menganggapkan sesat golongan yang mengajarkan fahaman serba-dua (al-thanawiyah) yaitu jisim terdiri daripada nur atau cahaya, dan zulmah atau kegelapan; yang baik daripada nur, yang jahat daripada zulmah.
Mereka bersepakat tentang baharunya ‘arad pada semua jisim-jisim, dan mereka menganggap tiap-tiap ‘arad itu baharu pada tempatnya ‘arad itu tidak berdiri sendirinya.
Ahlis-Sunnah bersepakat tentang fananya seluruh alam ini dan mereka mengajarkan kekalnya syurga dan neraka, syurga dengan ni’matnya dan neraka dengan azabnya melalui jalan Syara’.
Mereka menganggap kafir golongan Jahmiah yang mengajarkan syurga dan neraka itu binasa.
Mereka menganggap kafir Abul-Hudhail yang berpendapat akan terputusnya ni’mat syurga dan azab neraka;


3. Rukun Yang Ketiga
Berkenaan Dengan Pencipta Alam, semua peristiwa yang berlaku mesti ada yang melakukannya dan yang menjadikannya. Ahlis-Sunnah menganggap kafir Thumamah dan pengikutnya dari golongan Qadariah yang mengajarkan bahawa perbuatan-perbuatan itu timbul sendiri - al-mutawallidah - tanpa pembuatnya. Mereka mengajarkan Pencipta alam hanya menjadikan jisim-jism dan ‘arad sahaja, bukan perbuatan-perbuatan.
Mereka menganggap kafir Ma’mar dan para pengikutnya dari golongan Qadariah yang mengajarkan Allah tidak menciptakan sesuatupun daripada ‘arad-‘arad yakni sifat-sifat yang ada pada jisim-jisim. Ia hanya menjadikan jisim-jisim sahaja. Jisim-jisimlah yang menjadikan ‘arad-‘arad sendirinya.
Golongan pelampau atau ghulat dari kalangan Syiah Rafidah mengajarkan bahawa ‘Ali adalah jauhar makhluk, yang baharu dijadikan, kemudian ia menjadi Tuhan Pencipta Alam dengan meresap masuk - hulul - roh Tuhan ke dalamnya. Mereka ini mengajarkan Tuhan tidak ada kesudahan dan hadNya.
Hasyim bin Hakam al-Rafidi mengajarkan Tuhan yang disembahnya tujuh jengkal dengan jengkalnya sendiri.
Ahlis-Sunnah mengajarkan mustahil Tuhan itu ada rupa bentuk dan anggota, khilaf bagi golongan ghulat Rafidah dan para pengikut Daud al-Hawari yang mengajarkan bahwa Tuhan ada, mempunyai rupa bentuk seperti rupa manusia.
Ahlis-Sunnah bersepakat mengajarkan bahwa Tuhan tidak dikandung ruang atau tempat, dan tidak berlalu atasNya perjalanan masa; ini berlawanan dengan pegangan kaum Syihamiyah dan Karramiyah yang mengajarkan bahawa Tuhan bersentuh dengan ‘Arasy.
Dinukilkan oleh Ahlis-Sunnah bahawa baginda ‘Ali rd menyataan bahawa Allah menjadikan ‘Arasy bagi menzahirkan QudratNya, bukan bagi menjadi tempat untuk ZatNya (izharan li-Qudratihi la makanan li Dhatihi). Katanya lagi: Telah ada Ia dan tiada tempat (bagiNya), dan Ia sekarang sebagaimana telah adaNya dahulu.
Ahlis-Sunnah menafikan adanya kecelaan, kesahan, dan kesakitan pada Tuhan. Mereka menafikan gerak dan diam padaNya. Ini berlawanan dengan Syiah Rafidah yang mengajarkan bahawa tempatNya baharu menjadi daripada gerakNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahwa Allah Maha Kaya tidak memerlukan pertolongan makhlukNya, dan Ia tidak mendapat manafaat daripada makhlukNya untuk DiriNya, dan Ia tidak menolak kemudaratan dariNya melalui makhlukNya. Ini berlawanan dengan dakwaan para Majusi yang mengajarkan bahawa Allah menjadikan para malaikat untuk menolak kesakitan daripada Syaitan terhadapNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Pencipta Alam adalah Esa. Ini berlawanan dengan Majusi yang mengajarkan ada dua yang kadim, yaitu Nur dan Zulmah.
Ini juga berlawanan dengan Rafidah yang mengajarkan bahawa Allah menyerahkan tadbiran alam kepada ‘Ali, ialah Pencipta Yang Kedua (al-Khaliq al-Thani).


4. Rukun Yang Keempat
Berkenaan Dengan Sifat-Sifat Allah: IlmuNya, QudratNya, HayatNya, IradatNya, Sama’Nya, BasarNya, dan KalamNya, yang semuanya Sifat-Sifat Yang Azali dan Kekal.
Mu’tazilah menafikan semua Sifat-Sifat Azali bagi Allah: mereka mengajarkan tidak ada bagi Allah sifat Qudrat, Ilmu, Hayat, Basar, dan tidak ada PencapaianNya bagi semua yang boleh didengar.Mereka mensabitkan bagiNya kalam yang baharu.
Kata Ahlis-Sunnah: menafikan sifat bermakna menafikan apa yang disifatkan, sebagaimana menafikan perbuatan bermakna menafikan pembuat.
Ahlis-Sunnah bersepakat Kuasa Allah berlaku atas semua yang ditakdirkan, dengan QudratNya yang satu. Dengan Qudrat yang satu berlaku semua yang ditakdirkan.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Ilmu Allah adalah satu dengan Ilmu itulah Ia mengetahui semua maklumat secara terperinci tanpa pancaindera, cara badihiah, dan mengambil dalil.
Kaum Rafidah di kalangan Syiah mengajarkan Allah tidak mengetahui sesuatu sebelum jadinya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Sifat Basar dan Sama’ Allah meliputi semua yang boleh dilihat dan didengar dan Allah berterusan melihat DiriNya dan Mendengar KalamNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah boleh dilihat oleh orang mukmin di akhirat. Mereka berpendapat harus melihatNya dalam tiap-tiap hal dan bagi tiap-tiap yang hidup melalui jalan akal. Dari mereka mengajarkan wajib orang mu’min melihatnya secara khusus di akhirat melalui jalan khabar dalam nas. Ini berlawanan dengan pendapat Qadariah dan Jahmiyah yang mengajarkan mustahil Ianya boleh dilihat.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Kehendak Allah - Iradat dan Masyi’ahNya - tertakluk atas segala perkara.
Mereka mengajarkan bahawa tidak ada yang berlaku dalam alam melainkan dengan KehendakNya, apa yang dikehendakiNya jadi, apa yang tidak dikehendakiNya, tidak menjadi.
Golongan Qadariah Basrah berpendapat ada Allah kehendaki apa yang tidak menjadi, dan ada yang menjadi apa yang tidak dikehendakiNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat Hayat Tuhan tanpa roh dan makanan; dan semua arwah adalah makhluk. Ini berlawanan dengan Nasrani yang mendakwa sediakalanya bapa, anak dan roh (dalam tiga oknum mereka).
Mereka bersepakat bahawa kalamullah adalah SifatNya yang azali, dan itu bukan makhluk, bukan baharu.


5. Rukun Yang Kelima
Berkenaan Dengan Nama-Nama Allah, Nama-Nama Allah pada Ahlis-Sunnah adalah perkara tauqif, yaitu samaada ianya diambil daripada al-Quran atau Sunnah yang sahih atau ijma’ umat tentangnya; tidak dibolehkan qias tentangnya.
Berlawanan dengan pihak seperti Mu’tazilah Basrah yang membolehkan qias. Al-Jubba’I misalnya menyesatkan bila ia memberi nama Muti’ (yang taat) kepada Allah melalui jalan qias kerana katanya Allah memberi kehendak hambaNya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan tentang adanya Sunnah yang menyebut nama Tuhyan sebanyak sembilan puluh sembilan, dan sesiapa yang membilang-bilangnya masuk syurga. Maksudnya bukan hanya menyebut dan membilang tetapi mempunyai ilmu tentangnya dan beriktikad tentang makna-maknanya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Nama-Nama Tuhan ada tiga bahagian: sebahagian yang menunjukkan ZatNya, seperti al-Wahid (Yang Esa), al-Ghani (Yang Maha Kaya), al-Awwal (Yang Kadim tanpa permulaan), al-Akhir (Yang Kekal tanpa kesudahan), al-Jalil (Yang Maha Hebat), al-Jamil (Yang Maha Indah), dan lain-lain yang Ia berhak bersifat dengannya.
Sebahagian lagi yang memaksudkan Sifat-SifatNya yang azali yang bersekali dengan ZatNya seperti al-Hayy (Yang Maha Hidup), al-Qadir (Yang Maha Berkuasa), al-‘Alim (YangMaha Mengetahui), al-Murid (Yang Maha Berkehendak), as-Sami’ (Yang Maha Mendengar), al-Basir (Yang Maha Melihat), dan lain-lain Nama daripada Sifat-Sifat Yang berdiri dengan ZatNya.
Sebahagian lagi Nama-Nama yang timbul daripada perbuatan-perbuatanNya seperti al-Khaliq (Yang menjadikan alam), ar-Razig (Yang Maha Mengurnia rezeki), al-‘Adil (Yang Maha Adil), dan yang sepertinya.
Bagi golongan pascamodernis yang menolah naratif agung- akidah seperti ini dalam agama - dan golongan materialis, ini semua tertolak sebagai bahan-bahan tanpa makna yang tidak perlu diambil kira. Ini perlu diberi respons dan perlu dihadapi dengan berkesan).


6. Rukun Yang Keenam.
Tentang Keadilan Ilahi dan Hikmat KebijaksanaanNya. Mereka mengajarkan bahawa Allah menjadikan jisim-jisim dan ‘arad-arad yang baiknya dan yang buruknya semua sekali (kalau sekarang boleh dikatakan Ia menjadikan semua atom-atom, neutron-neutron, proton, elektron, quark-quark, serta lain-lainnya seperti yang ada ini semua, samaada dalam bentuk gelombang atau zarrah, dengan sifat-sifatnya semua sekali).
Bahwa Allah menjadikan usaha para hambaNya, tidak ada yang menjadikannya selain daripada Allah. Ini berlawanan dengan golongan Qadariah yang menegaskan Allah tidak menjadikan sesuatupun daripada usaha para hambaNya, dan berlawanan dengan golongan Jahmiyah yang mengajarkan bahawa hamba tidak melakukan usaha dan tidak berkuasa atas usaha mereka.
Pada Ahlis-Sunnah sesiapa yang berpegang kepada ajaran bahawa para hamba menjadikan usaha mereka, ia Qadariyah, syirik dengan Tuhannya, kerana mendakwa para hamba menjadikan seperti Tuhan mennjadikan ‘arad-‘arad seperti gerak-gerak dan diam dalam ilmu dan iradat, kata-kata dan suara.
Dan - mereka mengajarkan - sesiapa yang menegaskan bahawa hamba tidak ada upaya untuk berusaha, ia tidak melakukan amal, serta tidak melakukan usaha, maka ia Jabariyah. Sesiapa yang berpegang kepada ajaran bahawa hamba berusaha bagi amalnya dan Allah pencipta usahanya, maka ia Ahlis-Sunnah.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa hidayah adalah dari Allah dari dua segi: yaitu segi menerangkan yang benar dan menyeru kepadanya, serta membentangkan hujah-hujah dan dalil untuknya. Dari segi ini maka sah dinisbahkan hidayah kepada para Rasul a.s.s.dan da’I kepada agama Allah kerana mereka memberi panduan yang benar kepada Allah. Ini penafsiran terhadap ayat yang bermaksud “Sesungguhnya tuan hamba menyeru kepada Jalan Yang Lurus” (Surah al-Shura: ayat 52).
Segi keduanya: hidayah pertunjuk Allah terhadap para hambaNya dalam arti menjadikan bimbingan hidayat dalam hati para hamba sebagaimana yang ada dalam ayat yang bermaksud “Maka sesiapa yang Allah kehendaki untuk memberi hidayat kepadanya, ia membukakan dadanya bagi menerima agama Islam, dan sesiapa yang Ia kehendaki supaya dibiarkan dalam kesesatan Ia menjadikan dadanya sempit…” (Surah al-An’am: ayat 126). Hidayat dalam aspek ini hanya Allah sahaja yang berkuasa melakukannya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa sesiapa yang mati maka itu kerana ajalnya, dan Allah Maha Kuasa untuk memanjangkan umurnya.
Ahlis-Sunnah mengajar tentang rezeki yaitu sesiapa yang makan atau meminum sesuatu itu rezekinya, sama ada halal atau haram, itu berlawanan dengan golongan Qadariah yang menegaskan bahawa manusia kadang-kadang makan apa yang bukan rezeki baginya.


7. Rukun Yang Ketujuh
Berkenaan Dengan Kenabian dan Kerasulan.. Mereka mengajarkan hakikat adanya kenabian dan kerasulan serta mereka menegaskan kebenaran adanya para Rasul a.s.s.yang diutuskan Allah kepada para hambaNya. Ini berlawanan dengan ajaran Brahminisme (juga golongan materialis dan pascamodernis) yang menafikan itu walaupun mereka percaya kepada Tuhan Yang menjadikan alam.
Ahlis-Sunnah membedakan antara Rasul dan Nabi. Nabi ialah setiap orang yang turun wahyu kepadanya dari Allah melalui malaikat dan ia diperkuatkan dengan mu’jizat-mu’jizat yang menyalahi adat. Rasul ia sesiapa yang bersifat dengan sifat-sifat tersebut serta dikhaskan baginya syariat yang baharu, ataupun atau ia datang memansukhkan sebahagian daripada syariat yang terdahulu daripadanya.
Ahlis-Sunnah menganggapkan kafir orang yang mengaku nabi samaada sebelum Islam seperti Zardasyt, dan Mazdak dan sebagainya, dan yang selepas Islam seperti Musailamah al-Kazzab, Sajah, dan seterusnya.
Ahlis-Sunnah menganggap kafir golongan yang menisbahkan kenabian bagi imam-imam atau mengaku mereka itu Tuhan seperti golongan al-Bayaniah, al-Mansuriah, al-Khattabiyah, dan yang menjalani perjalanan mereka. (Termasuk ke dalam kategori ini golongan-golongan sesat yang mengaku Tuhan dalam diri mereka, atau pemimpin mereka menerima wahyu daripada Jibril, atau pemimpin mereka mi’raj, bersemayam atas ‘Arasy dan seterusnya, termasuk juga mereka yang mengaku adanya imam-imam maksum).
Mereka mengajarkan: para Nabi a.s.s lebih afdhal daripada para malaikat yang berlawanan dengan pendapat al-Husain bin al-Fadl berserta dengan kebanyakan daripada golongan Qadariah yang mengajarkan malaikat lebih utama daripada para Rasul a.s.s.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahwa para Nabi lebih afdal daripada aulia, ini berlawanan dengan mereka yang berpendapat para aulia lebih afdal daripada anbiya.
Mereka mengajarkan para nabi maksum yaitu bersih daripada dosa. Ini berlawanan dengan pegangan golongan Hisyamiah daripada firkah Syiah Rafidah yang berpegang kepada pendapat para nabi boleh berdosa tetapi mereka mengajarkan bahawa para imam itu maksum bersih daripada dosa.


8. Rukun Yang Kelapan
Tentang Mu’jizat Dan Karamah. Mereka mengajarkan bahawa mu’jizat ialah perkara zahir yang menyalahi adat timbul pada seseorang nabi dalam menghadapi kaumnya dan kaumnya lemah untuk menghadapinya, dan ini membenarkan dakwaannya sebagai nabi; maka wajib ditaati nabi yang demikian.
Mereka mengajarkan harus zahirnya kekeramatan dari para aulia yang menunjukkan benarnya hal mereka itu.
Golongan Qadariah mengingkari adanya karamah aulia karena mereka tidak mendapati orang yang mempunyai karamah dalam golongan mereka.
Ahlis-Sunnah mengajarkan Quran ada mu’jizatnya dalam bentuk susunannya; ini berlawanan dengan pendapat Qdariah, seperti an-Nazzam, yang menyatakan bahawa tidak ada mu’jizat dalam susunan sistem al-Quran.
Mereka mengajarkan ada mu’jizat Nabi Muhammad s.a.w. dalam bentuk terbelahnya bulan, bertasbihnya anak batu di tangannya, keluarnya air di celah-celah jarinya, memadainya makanan sedikit untuk orang yang sedemikian ramai, dan yang sepertinya. Golongan Qadariah seperti al-Nazzam mengingkari yang demikian itu.

9. Rukun Kesembilan
Tentang Syariat Islam Dan Rukun-Rukunnya. Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Islam terdiri daripada lima rukun, yaitu syahadah, perlaksanaan sembahyang lima waktu, pembayaran zakat, puasa Ramadhan, dan ibadat haji ke Baitullahil-Haram.
Mereka mengajarkan sesiapa yang menggugurkan sesuatu rukun yang wajib daripada yang lima ini dan mentakwilkannya seperti yang dilakukan oleh golongan al-Mansuriah, dan al-Janahiah dari golongan ghulat Syiah Rafidah, maka ia kafir. (Ini sama seperti setengah golongan sesat yang menggugurkan wajib sembahyang kononnya kerana makam rohani yang tinggi yang dicapai oleh mereka).
Mereka (ahlis-sunnah) mengajarkan sembahyang lima waktu, dan mereka menganggap kafir orang yang menggugurkan setengah daripadanya, seperti Musalamah al-Kazzab yang menggugurkan wajibnya sembahyang Subuh dan Maghrib; ia menggugurkannya itu sebagai mahar bagi perkahwinannya dengan isterinya Sajah yang juga mengaku nabi; maka ia menjadi kafir mulhid. (Ini sama dalam setengah perkara dengan golongan semasa yang mengajarkan sembahyang itu bukan lima waktu, dan caranya bukan seperti yang biasa diamalkan Ahlis-Sunnah, kerana golongan ini mahu berpegang kepada Quran sahaja mengikut tafsiran sendiri bukannya mengikut sistem ilmu atau epistemologi Sunni).
Ahlis-Sunnah mengajarkan wajib sembahyang Jum’at dan mereka menganggap kafir golongan Khawarij dan Syiah Rafidah yang mengajarkan tidak ada sembahyang Jum’at sehingga zahir imam mereka yang mereka sedang nanti-nantikan. (Maka tidak benar ajaran yang membolehkan orang-orang bersuluk tidak sembahyang Jum’at dengan alasan bersuluk, kerana dikatakan penyakit hati yang memerlukan suluk lebih besar daripada penyakit badaniah yang membolehkan orang mukallaf meninggalkan sembahyang Jum’at).
Ahlis-Sunnah mewajibkan zakat emas dan perak, uang, lembu kerbau, biji-bijian, makanan utama seperti tamar dan seterusnya, dan sesiapa yang mengatakan tidak wajib zakat dalam perkara-perkara tersebut, ia menjadi kafiir. Dijauhkan Allah.
Mereka mengajarkan wajib puasa pada bulan Ramadhan bila masuk bulan Ramadhan dengan ru’yah.
Mereka anggapkan sesat Rafidah yang berpuasa sebelum kelihatan anak bulan sehari dan berbuka sehari sebelum dibolehkan berbuka.
Mereka mengajarkan wajib menunaikan haji sekali seumur hidup bila seseorang itu ada kemampuan melakukannya dan aman jalannya.
Mereka menganggap kafir golongan yang mengatakan tidak wajib ibadat haji seperti golongan Batiniah. Tetapi mereka tidak menganggap kafir pihak yang mengatakan umrah tidak wajib kerana ada khilaf antara imam-imam tentang wajibnya.
Mereka mengajarkan syarat-syarat sah sembahyang yang terdiri daripada menutup aurat, masuk waktunya, mengadap kiblat, setakat yang mungkin.
Sesiapa yang menggugurkan syarat-syarat ini atau sesuatu daripadanya walhal itu mungkin dilakukan maka ia kafir.
Mereka mengajarkan bahawa jihad menghadapi para seteru Islam adalah wajib sehingga mereka tunduk dalam Islam, atau menunaikan jizyah.
Mereka mengajarkan harus berjual beli dan haram riba.
Mereka menganggap sesat golongan yang mengharuskan riba kesemuanya.
Mereka mengharuskan nikah dan mengharamkan zina; mereka menganggapkan kafir golongan al-Mu’badiyah dan al-Mahmarah dan al-Khurramiyah yang mengharuskan zina. (Ini menyentuh golongan yang mengamalkan ‘nikah batin’ dalam kalangan golongan sesat yang mengajarkan ‘ilmu hakikat’).
Ahlis-Sunnah mengajarkan wajib dilaksanakan hukum-hukum had atas zina, perbuatan meminum arak, mencuri, dan menuduh zina.
Mereka anggap kafir golongan yang mengatakan tidak wajib had kerana minum arak, dan hukum rejam kerana zina seperti golongan Khawarij.
Mereka mengajarkan bahawa punca-punca Syariah ialah al-Quran, Sunnah dan Ijma’ Salaf.
Mereka anggap kafir golongan Khawarij yang menolak hujah-hujah ijma’ dan sunah-sunah, juga mereka anggap kafir golongan Syiah Rafidah yang mengajarkan tidak ada hujah dalam semua perkara tersebut. Yang menjadi hujah hanya ajaran imam ghaib yang mereka sedang nanti-nantikan.


10. Rukun Yang Kesepuluh
Tentang perintah dan larangan dalam Syara’. Mereka mengajarkan bahawa perbuatan orang-orang mukallaf terbahagi kepada lima bahagian, iaitu yang wajib, haram, sunat, makruh, dan harus. (Diikuti dengan definisi-definisinya).

11. Rukun Yang Kesebelas
Berkenaan Dengan Hilangnya Para hamba dan hukum mereka di Akhirat. Mereka mengajarkan Allah berkuasa membinasakan seluruh alam dan membinasakan setengah jisim dan mengekalkan yang lainnya.
Mereka mengajarkan bahawa Allah akan mengembalikan semula hayat manusia dan makhluk-makhluk lainnya yang mati di dunia, ini berlawanan dengan golongan yang mengatakan bahawa Allah menghidupkan semula manusia sahaja tidak yang lain-lainnya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Syurga dan Neraka adalah makhluk yang dijadikan, berlawanan dengan pendapat golongan yang mengatakan bahawa kedua-duanyua bukan makhluk.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa ni’mat Syurga kekal dan azab Neraka kekal atas ahli-ahlinya yang terdiri daripada mereka yang tidak membawa iman dan yang munafik. Ini berlawanan dengan pegangan mereka yang mengatakan bahawa Syurga dan Neraka tidak kekal, akan fana.
Ahlis-Sunnah mengajarkan yang kekal dalam neraka ialah mereka yang tidak membawa iman, berlawanan dengan pendapat Khawarij dan Qadariah yang mengajarkan kekal di dalamnya tiap-tiap orang yang masuk ke dalamnya.
Mereka mengajarkan golongan Qadariah dan Khawarij - yang telah dijelaskan sifat-sifatnya - kekal dalam Neraka. Dijauhkan Allah.
Mereka mengajarkan tetap ada soal dalam kubur dan ada fitnah dan azab di dalamnya bagi mereka yang berkenaan. Mereka memutuskan bahawa mereka yang mengingkari azab kubur akan diazabkan di dalamnya.
Mereka mengajarkan adanya Kolam Nabi, Sirat, dan Mizan.
Mereka mengajarkan adanya syafaat dari Nabi s.a.w. dan daripada mereka yang salih dari umatnya bagi mereka yang berdosa di kalangan Muslimin dan orang yang ada sebesar zarah iman dalam kalbunya. Mereka yang mengingkari syafaat tidak akan mendapat syafaat.


12. Rukun Yang Kedua Belas
Berkenaan Dengan Khilafah dan Imamah. Imamah, atau khilafah wajib atas umat Islam supaya pihaknya menjalankan hukum dan amanah-amanah, menjaga dan menguatkan kubu-kubu pertahanan, serta menghantar tentera jihad, membahagi-bahagikan fay’ - iaitu harta yang didapati bukan melalui peperangan, dan menyelesaikan masalah penzaliman ke atas mereka yang dizalimi.
Diikuti dengan syarat-syarat imamah: ilmu, keadilan, bangsa Quraisy.


13. Rukun Yang Ketiga Belas
Berkenaan dengan Iman, Islam. Mereka mengajarkan asal iman ialah ma’rifah, tasdiq (pembenaran) dengan hati. Mereka mengajarkan wajib taat dalam perkara yang wajib dan sunat dalam perkara yang sunat.
Ahlis-Sunnah mengajarkan keimanan tidak hilang dengan berlakunya dosa, tetapi hilang dengan berlakunya kekufuran. Dijauhkan Allah. Orang yang berdosa dia mu’min, bukan kafir, walaupun ia menjadi fasik kerana dosanya.
Ahli Sunnah mengajarkan tidak halal membunuh orang mu’min melainkan kerana salah suatu daripada yang tiga: murtad, zina selepas kahwin, atau hukum qisas kerana orang itu membunuh orang.
Ini berlawanan dengan golongan Khawarij yang mengharuskan bunuh tiap-tiap orang yang melakukan maksiat.


14. Rukun Yang Keempat Belas
Berkenaan Dengan Para Wali dan Imam-Imam. Ahlis-Sunnah mengajarkan para malaikat maksum daripada semua dosa berdasarkan ayat yang bermaksud: ”Mereka tidak durhaka terhadap Allah tentang perkara yang diperintahkan kepada mereka dan mereka lakukan apa yang disuruh” (Surah at-Tahrim: ayat 6).
Kebanyakan mereka dalam Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa para nabi a.s.s. melebihi kedudukan para malaikat, berlainan daripada mereka yang menyatakan bahawa para malaikat melebihi kedudukan para nabi. Pendapat ini menyebabkan pegangan bahawa malaikat Zabaniah penjaga Neraka itu melebihi kedudukan ulul-‘azmi di kalangan para rasul.
Ahlis-Sunnah mengajarkan: para nabi melebihi para wali, ini berlawanan dengan golongan Karramiah yang mengajarkan para wali melebihi nabi.
Ahlis-Sunnah mengajarkan: keutamaan sepuluh orang Sahabat yang diputuskan oleh Nabi bahawa mereka ahli syurga terdiri daripada empat khalifah, kemudian Talhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqas, Sa’id bin Zaid, dan ‘Abd al-rahman bin ‘Auf, dan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah. Allah meridhai mereka.
Mereka mengajarkan: terutamanya mereka yang menjadi ahli perang Badar berserta dengan Nabi dan diputuskan bahawa mereka ahli Syurga (Ini semua berlawanan dengan golongan yang mengkritik dan mencela para sahabat terdiri daripada golongan Syiah Rafidah dan lainnya, dan juga pengarang-pengarang moden yang suka mengkritik para Sahabat dan melanggar adab-adab dalam hubungan dengan mereka, yang pembelaan tentang mereka itu banyak dibuat oleh Qadi ‘Iyad rh dalam kitabnya al-Shifa).

15. Rukun Yang Kelima Belas
Berkenaan Dengan Hukum Tentang Para Musuh Islam. Ahlus-Sunnah mengajarkan: Para musuhnya ada dua: yang sebelum Islam dan yang lahir zaman Islam dan yang menunjukkan secara zahirnya mereka Orang Islam.
Mereka yang sebelum Islam terdiri daripada pelbagai golongan: para penyembah berhala dan patung;
Yang mengikut aliran hululiah yang mengajarkan roh Tuhan masuk meresap dalam bentuk-bentuk yang cantik; para penyembah matahari, bulan, bintang-bintang semuanya atau setengah daripadanya;
Yang menyembah malaikat dan memanggilnya sebagai anak-anak perempuan Allah; yang menyembah Syaitan (menyentuh “satanic cult” sekarang); menyembah lembu; menyembah api;
Pada Ahlis-Sunnah mereka yang menyembah berhala, manusia, dan malaikat, bintang, api, dan sebagainya haram berkahwin dengan wanita mereka.
Tentang jizyah boleh diterima daripada Ahlil-Kitab dan mereka yang ada sesuatu kitab seperti Ahlil-Kitab.
Mereka yang tidak membawa iman sebelum Islam: golongan “sophist” - as-sufista’iyah - yang mengingkari adanya hakikat ilmu, termasuk golongan al-Sumniyah yang mengajarkan alam ini kadim, dan mereka mengingkari tilikan akal dan pengambilan dalil dalam pemikiran, dengan dakwaan bahawa tidak ada yang boleh diketahui melainkan yang melalui pancaindera sahaja.
Termasuk golongan Materialist klasik - dahriyah - yang mengajarkan alam ini kadim.
Termasuk golongan yang mengajarkan kadim benda awal alam (hayula al-‘alam)
Termasuk golongan ahli falsafah yang mengajar alam ini kadim dan mereka menolak adanya Tuhan Maha Pencipta; antara, mereka ialah Pythagoras. (Antara ahli sains moden tidak sedikit yang materialist dan menolak adanya Tuhan dan alam rohani). Muslimin bersepakat bahawa semua golongan tersebut tidak boleh dimakan sembelihan mereka dan wanita mereka tidak boleh dikahwini oleh Muslimin. (Diikuti dengan pendetailan hukum tentang jizyah dari mereka, perkahwinan dengan wanita mereka dan sebagainya).
Tentang mereka yang tidak membawa iman dalam daulah Islam dan berselindung dengan zahir Islam mereka, dan memperdaya Muslimin secara rahasia: mereka ialah golongan Syiah ghulat rafidah al-Sababiah, al-Bayaniyah, al-Muqanna’iyyah, al-Mansuriah, al-janahiah, al-Khattabiyah, dan lainnya yang berpegang kepada mazhab hulul dan batiniah; juga mereka yang berpegang kepada tanasukh al-arwah - berpindah-pindahnya roh masuk ke dalam badan manusia - terdiri daripada para pengikut ibn Abil-Auja’ juga mereka yang mengikut ajaran Ahmad bin Ha’it dari golongan Mu’tazilah.
Juga termasuk: mereka yang berpegang kepada ajaran Yazidiah dari golongan Khawarij yang menegaskan bahawa Syariat Islam menjadi mansukh dengan adanya nabi dari golongan orang bukan Arab. Demikian seterusnya. (Termasuk ke dalam golongan ini mereka yang mendakwa Syariat Islam “tergantung” kerana Imam Mahadi belum datang; maka diharuskan oleh mereka itu zina, arak, dan sebagainya). Golongan ini semua tidak halal dimakan sembelihan mereka dan wanita mereka tidak boleh dikahwini oleh Muslimin.
Ringkasnya Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa orang-orang yang menunjukkan amalan dan pegangannya dalam Ahlis-Sunnah ialah mereka yang bebas daripada amalan-amalan dan pegangan-pegangan golongan-golongan yang terkeluar daripada Islam, dan yang terdiri daripada mereka yang mengikut hawa nafsu, walaupun mereka dinisbahkan kepada Islam seperti Qadariah, Murjiah, Syiah Rafidah, Khawarij, Jahmiah, Najjariah dan Mujassimah.





Selasa, 10 Mei 2011

Al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha

Rasyid  Ridha adalah Murid Muhammad Abdullah yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 di Al-Qalamun, suatu desa di Libanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suriah). Menurut keterangan, ia berasal dari keuturunan Al-Husan, yaitu Husain bin Ali Abi Thalib oleh karena itu ia memakai gelar “Al-Sayyid” di depan namanya. Ia dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan beragama dan  terhormat.

Semasa kecil ia dimasukkan ke Madrasah Tradisional di Al-Qalaman untuk belajar menulis, berhitung dan membaca Al-Qur’an, pad tahun 1882, ia merasakan pelajaran di al-Madrasah al-Watinah al-Islamiah (sekolah nasional Islam) di Tripoli. Di Madrasah ini, selain dari bahasa Arab di ajarkan pula bahasa Turki dan Perancis dan disamping pengetahuan-pengetahuan agama juga pengetahuan-pengetahuan modern. Sekolah ini didirikan oleh al-Syaikh Husain al-Jisr, seorang ulama Islam yang dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di masa itu sekolah-sekolah missi Kristen telah mulai muncul di Suriah dan banyak menarik perhatian orang tua untuk memasukkan anak-anak mereka belajar di sana.

Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama untuk ada di Tripoli, tetapi dalam pada itu hubungan dengan al-Syaikh Husain al-Jisr berjalan terus dan guru inilah yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. selanjutnya ia banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abdullah melalui majalah al-Urwah al-Mustqa, ia berniat untuk menggabungkan diri dengan al-Afghani di Istambul tetapi niat itu tidak terwujud, sewaktu Muhammad Abduh melalui berada dalam pembuangan di Beirut, ia mendapat kesempatan baik untuk berjumpa dan berdialog dengan murid-murid al-Afghani yang terdekat ini. Perjumpaan-perjumpaan dan dialognya dengan Muhammad Abduh meniggalkan kesan yang baik dalam dirinya. Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang diperbolehnya dari al-Syekh Husain al-Jisr dan yang kemudian di perluas lagi dengan ide-ide al-Afghani dan Muhammad Abduh amat mempengaruhi jiwanya.

Semasa hidupnya Rasyid Ridha menulis dan menafsirkan Al-Qur’an yang diberi nama tafsir al-Manar yang merupakan tafsiran yang dilakukan oleh Muhammad Abduh yang diteruskan oleh Rasyid Ridha yang kemudian menjadi karangan dari Rasyid Ridha itu sendiri

-          Syekh Muhammad Rasyid Ridha merupakan salah seorang tokoh pembaharuan di Mesir yang juga murid dari Muhammad Abduh

-          Rasyid Ridha adalah penulis dari tafsir Al-Qur’an yang di beri nama al-Manar yang merupakan tafsiran yang dilanjutkan dari gurunya yaitu Muhammad Abduh itu sendiri
Ide-ide pembahasan tentang yang dibawa Rasyid Ridha adalah dalam bidang agama, bidang politik, bidang pendidikan dan toleransi bermazhab.

Rasyid Ridha lahir pada tahun 1865 di al-Qalamun, suatu desa di Libanon. Yang letaknya tidak jauh dari  kota Tripoli (Suriah) dan meninggal dunia pada bulan Agustus 1935
Rasyid Ridha, sebagai Muhammad Abduh, menghargai akal manusia, sungguhpun penghargaan terhadap akal tidak setinggi yang diberikan guru
Rasyid Ridha sebagai Jamaluddin al-Afghani, ia juga melihat perlunya hidupkan kembali kesatuan umat Islam.

Walaupun ide-ide yang dimajukan Rasyid Ridha banyak kemiripan/kesamaan dengan ide-ide Muhammad Abduh namun antara murid dan guru terdapat perbedaan yaitu guru lebih liberal dari murid, guru tidak mau terikat pada salah satu aliran atau mazhab yang ada dalam Islam. sedang Rasyid Ridha sebaliknya masih memegang mazhab dan masih terikat pada pendapat-pendapat Ibn Hambal dan Taimiyah


Hizbut Tahrir (Partai Pembebas)

Akidah : Ahlus Sunnah Wal Jamaah


A. Latar Belakang Sejarahnya

Hizbut Tahrir didirikan di Al-Quds pada tahun 1372 H (1953 M) oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama, pemikir, politisi dan pernah menjadi Qadhi (hakim) di pengadilan Syariat di Al-Quds.
Sebagian kalangan mengatakan bahwa pendiri Hisbut Tahrir pada mulanya termasuk aktivis atau simpatisan Ihwanul Muslimin. Setelah terbunuhnya Imam Hasan Al Bana, pemimpin Ihwanul Muslimin pada tahun 1949 boleh dikatakan aktivitas Ihwanul Muslimin mengalami stagnasi, apalagi sebagian besar tokoh-tokoh utama Ihwan banyak yang ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Mesir. Tekanan hebat yang dilakukan oleh pemerintah Mesir membuat Ihwan merubah kebijaksanaannya yaitu lebih lunak dan bergerak dibawah tanah.
Melunaknya sikap Ihwan dan aktivitasnya yang bergerak dibawah tanah kurang disetujui oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, maka beliau pun memutuskan mendirikan Hizbut Tahrir yang garis kebijaksanannya terang-terangan dan tegas menyatakan diri sebagai partai politik yang bertujuan untuk membebaskan negara-negara Islam dari kolonialisme-penjajahan bangsa-bangsa eropah, membebaskan Baitul Makdis dari cengkeraman Zionis Israel, membebaskan negeri-negeri Islam dari pemerintahan sekuler, dari pemerintahan monarki regional menuju Khilafah Islam international.
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah Islamiah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan.
Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya.

Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali.
TUJUAN HIZBUT TAHRIR
Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibai’at oleh kaum muslimin untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan negara Khilafah akan kembali menjadi negara nomor satu di dunia –sebagaimana yang terjadi pada masa silam– serta memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syari’at) bagi umat manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran beserta segala ide dan peraturan kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.

KEGIATAN HIZBUT TAHRIR

Kegiatan Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam untuk mengubah situasi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengubah ide-ide rusak yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide ini menjadi opini umum di tengah masyarakat serta menjadi persepsi bagi mereka. Selanjutnya persepsi ini akan mendorong mereka untuk merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam.
Juga dengan mengubah perasaan yang dimiliki anggota masyarakat menjadi perasaan Islam –yakni ridla terhadap apa yang diridlai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci oleh Allah– serta mengubah hubungan/ interaksi yang ada dalam masyarakat menjadi hubungan/ interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah kegiatan yang bersifat politik, di mana Hizbut Tahrir memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum serta pemecahannya secara syar’i, karena politik adalah mengurus dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat politik ini tampak jelas dalam kegiatannya mendidik dan membina umat dengan tsaqafah (kebudayaan) Islam, meleburnya dengan Islam, membebaskannya dari aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah, serta persepsi-persepsi yang keliru, sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan kufur.

Kegiatan politik ini tampak juga dalam aspek pergolakan pemikiran (ash shiro’ul fikri) dan dalam perjuangan politiknya (al kifahus siyasi). Pergolakan pemikiran tersebut terlihat dalam penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur. Kegiatan ini nampak pula dalam penentangannya terhadap ide-ide yang salah, aqidah-aqidah yang rusak, atau persepsi-persepsi yang keliru, dengan cara menjelaskan kerusakannya, menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dalam masalah tersebut.
Adapun perjuangan politiknya, terlihat dari penentang-annya terhadap kaum kafir imperialis untuk memerdekakan umat dari belenggu dominasinya, membebaskan umat dari cengkeraman pengaruhnya, serta mencerabut akar-akarnya yang berupa pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan politik ini juga tampak jelas dalam kegiatannya menentang para penguasa, mengungkapkan pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha menggantinya tatkala mereka mengabaikan hak-hak umat, tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, melalaikan salah satu urusan umat, atau menyalahi hukum-hukum Islam.

Seluruh kegiatan politik tersebut dilakukan tanpa menggunakan caca-cara kekerasan (fisik/senjata). Akan tetapi sebatas aktivitas menyampaikan ide-ide (konsep-konsep) dengan lisan atau tulisan, sesuai jejak dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Jadi kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang bersifat politik, baik sebelum maupun sesudah mengambilalih pemerintahan (melalui umat).

Kegiatan Hizbut Tahrir bukan di bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah (sekolah). Begitu pula seruannya tidak hanya bersifat nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk. Akan tetapi kegiatannya bersifat politik, dengan cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep) Islam beserta hukum-hukumnya untuk dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam kenyataan hidup dan pemerintahan.

Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam kehidupan dan agar Aqidah Islamiyah dapat menjadi dasar negara dan dasar konstitusi serta undang-undang. Karena Aqidah Islamiyah adalah aqidah aqliyah (aqidah yang menjadi dasar pemikiran) dan aqidah siyasiyah (aqidah yang menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan untuk memecahkan problem manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, sosial, dan lain-lain.

METODE DAKWAH HIZBUT TAHRIR

Metode yang ditempuh Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwah adalah hukum-hukum syara’, yang diambil dari thariqah (metode) dakwah Rasulullah SAW, sebab thariqah itu wajib diikuti. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah (dengan membaca dzikir dan mengingat Allah).” (QS Al Ahzab : 21)

“Katakanlah: ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS Ali Imran : 31)

“Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambilah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah.” (QS Al Hasyr : 7)

Dan banyak lagi ayat lain yang menunjukkan wajibnya mengikuti perjalanan dakwah Rasulullah SAW, menjadikan beliau suri teladan, dan mengambil ketentuan hukum dari beliau.

Berhubung kaum muslimin saat ini hidup di Darul Kufur –karena diterapkan atas mereka hukum-hukum kufur yang tidak diturunkan Allah SWT– maka keadaan negeri mereka serupa dengan Makkah ketika Rasulullah SAW diutus (menyampaikan risalah Islam). Untuk itu fase Makkah wajib dijadikan sebagai tempat berpijak dalam mengemban dakwah dan mensuriteladani Rasulullah SAW.

Dengan mendalami sirah Rasulullah SAW di Makkah hingga beliau berhasil mendirikan suatu Daulah Islam di Madinah, akan tampak jelas beliau menjalani dakwahnya dengan beberapa tahapan yang jelas ciri-cirinya. Beliau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang tampak dengan jelas tujuan-tujuannya. Dari sirah Rasulullah SAW inilah Hizbut Tahrir mengambil metode dakwah dan tahapan-tahapannya, beserta kegiatan-kegiatan yang harus dilakukannya pada seluruh tahapan ini, karena Hizbut Tahrir mensuriteladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasululah SAW dalam seluruh tahapan perjalanan dakwahnya.
Berdasarkan sirah Rasulullah SAW tersebut, Hizbut Tahrir menetapkan metode perjalanan dakwahnya dalam 3 (tiga) tahapan berikut :

Pertama, Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah At Tatsqif), yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai pemikiran dan metode Hizbut Tahrir, dalam rangka pembentukan kerangka tubuh partai.

Kedua, Tahapan Berinteraksi dengan Umat (Marhalah Tafa’ul Ma’a Al Ummah), yang dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, agar umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan.

Ketiga, Tahapan Pertarungan Pemikiran untuk menentang kepercayaan/ideologi, aturan dan pemikiran kufur. Menentang segala bentuk akidah yang rusak, pemikiran keliru, pemahaman yang salah dan sesat dengan cara mengungkapkan kepalsuan, kekeliruan dan kontradiksi dengan Islam sekaligus membersihkan umat dari segala bentuk pengaruh dan implikasinya.
Keempat, Tahapan Perjuangan Politik menghadapi negara-negara kafir imperialis yang menguasai dan mendominasi negeri-negeri Islam, menghadapi segala bentuk penjajahan, baik itu berupa pemikiran, politik, ekonomi, militer dan mengungkap makar sekaligus membongkar konspirasi negara-negara kafir. Perjuangan politik juga dilakukan dengan menentang para penguasa negeri-negeri Arab dan negeri-negeri Islam yang lain dengan cara membongkar kejahatan dan kebobrokan mereka, menyampaikan nasehat, kritik dan mencoba mengubah perilaku mereka setiap kali memakan, tidak menunaikan hak-hak umat, melalaikan urusan umat dan meyimpang dari hukum syariat Islam.

Kelima, Tahapan Pengambilalihan Kekuasaan (Marhalah Istilaam Al Hukm), yang dilaksanakan untuk menerapkan Khilafah Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dan kemudian berkhidmat melayani kemaslahatan umat sesuai dengan hukum syariat Islam.

KEANGGOTAAN HIZBUT TAHRIR

Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum muslimin dan menyeru mereka untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturan Islam, tanpa memandang lagi kebangsaan, warna kulit, maupun madzhab mereka. Hizbut Tahrir melihat semuanya dari pandangan Islam.

Cara mengikat individu-individu ke dalam Hizbut Tahrir adalah dengan memeluk Aqidah Islamiyah, matang dalam Tsaqafah Hizbut Tahrir, serta mengambil dan menetapkan ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Dia sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia melibatkan dirinya dengan Hizbut Tahrir; ketika dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah mengambil dan menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi Hizbut Tahrir. Jadi ikatan yang dapat mengikat anggota Hizbut Tahrir adalah Aqidah Islamiyah dan Tsaqafah Hizbut Tahrir yang terlahir dari aqidah ini. Halaqah-halaqah (pembinaan) wanita dalam Hizbut Tahrir terpisah dengan halaqah laki-laki. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami, mahramnya, atau para wanita

B. Karakteristik
Mempunyai peraturan dan struktur organisai yang baku.
Aktif dalam amar makruf nahi mungkar.
Tidak puritan dan adaptif dengan masalah aktual progresif-kekinian.
System tarbiyah kadernya telah mapan dan baku.
Memasuki wilayah politik.
Bersikap keras dalam meng kritisi pemerintahan.
Tidak Bergabung dengan parlemen
Mengeluarkan fatwa-fatwa tentang masalah progresif kekinian.
Tidak ofensif menyerang pemikiran harokah yang lain.

C. Kiprahnya

Mendirikan Percetakan dan penerbitan.
Aktif menulis artikel dan buku buku.
Aktif dalam tarbiyah pembinaan kader melalui Halaqoh Hizb.
Aktif dalam amar makruf nahi munkar.
Aktif memberikan ceramah/seminar/pengajian.
Mendirikan Partai Politik (global) tapi tidak ikut serta dalam pemilu.