Minggu, 17 Juni 2012

Isra Mi'raj

Sekarang kita telah memasuki separo lebih bulan rojab dimana pada akhir bulan ini kita sebagai seorang muslim telah diingatkan kembali sebuah peristiwa besar dalam sejarah umat islam. Sebuah peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup (siirah) Rasulullah SAW yaitu peristiwa diperjalankannya beliau (isra) dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (mi'raj) dari Qubbah As Sakhrah menuju ke Sidrat al Muntaha (akhir penggapaian). Peristiwa ini terjadi antara 16-12 bulan sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah).
Allah SWT mengisahkan peristiwa agung ini di S. Al Isra (dikenal juga dengan S. Bani Israil) ayat pertama:  سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Artinya; Maha Suci Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (potongan) malam dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".
Lalu apa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan Isra wal Mi'raj ini? Barangkali catatan ringan berikut dapat memotivasi kita untuk lebih jauh dan sungguh-sungguh menangkap pelajaran yang seharusnya kita tangkap dari perjalanan agung tersebut:

Pertama: Konteks situasi terjadinya

Kita kenal, Isra' wal Mi'raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu). Ketika itu, Rasulullah SAW dalam situasi yang sangat "sumpek", seolah tiada celah harapan masa depan bagi agama ini. Selang beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta Khadijah r.a. dan paman yang menjadi dinding kasat dari penjuangan meninggal dunia. Sementara tekanan fisik maunpun psikologis kafir Qurays terhadap perjuangan semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan pegangan, kehilangan arah, dan kini pandangan itu berkunang-kunang tiada jelas.

27 Rajab adalah

27 Rajab dipercaya sebagai tanggal terjadinya Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Ternyata, ada sebagian orang yang berpuasa khusus di hari itu dengan alasan bahwa hari itu adalah hari Islam, di mana Allah SWT memberi anugerah besar kepada Rasulullah dengan Isra’ Mi’raj yang terjadi pada hari itu.

Bagaimana sesungguhnya puasa 27 Rajab itu, adakah dalilnya? Berikut jawaban Syaikh Dr Yusuf Qardhawi yang beliau tulis dalam Fiqih Puasa:

Semua ini tidak ada dalilnya dalam syariat puasa. Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin untuk mengingat nikmat besar yang dianugerahkan kepada mereka, sebagaimana nikmat dalam Perang Ahzab.

Ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika datang pasukan-pasukan kepada kalian, maka Kami utus angin dan pasukan tak terlihat untuk menghancurkan mereka” (QS. Al Ahzab : 9)

Meskipun demikian, mereka tidak pernah mengingat hari-hari ini. Semua melupakan nikmat ini, tenggelam oleh nikmat syawal dan lain-lain.

Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata, “Para sahabat dan tabiin tak pernah mengkhususkan malam isra’ dengan amalan tertentu, tidak pula memperingatinya dengan acara tertentu. Oleh karena itu, tidaklah malam isra’ dianggap sebagai malam yang paling utama bagi Rasulullah.”

“Tak ada dalil yang diketahui tentang bulannya (terjadi isra’ mi’raj), tentang sepuluh harinya, apalagi hari H nya. Bahkan nukilan tentang itu semua terputus riwayatnya dan saling berselisih. Tak ada yang qath’i tentangnya dan tak ada syariat bagi umat Islam untuk mengistimewakan malam (27 Rajab) itu dengan shalat atau lainnya.”

Dengan demikian, meskipun malam 27 Rajab telah termasyhur sebagai malam Isra’ dan Mi’raj, sesungguhnya tak ada dalil tentang itu.

Jadi, demikianlah puasa 27 Rajab atau puasa Isra’ Mi’raj. Syaikh Dr Yusuf Qardhawi telah menerangkan bahwa puasa itu tak ada dalilnya. []