Adakalanya kita seperti ingin
memraktekkan cara mati sebelum mati. Tapi dengan cara seperti kita ingin
benar-benar mati. Misalnya, kita bisa saja melakukan aktivitas-aktivitas yang
sebenarnya akan merusak syaraf-syaraf otak yang sudah terbentuk itu dengan cara
menahan nafas untuk mengurangi suplai oksigen kedalam otak kita. Atau kita bisa
melakukan metoda penyiksaan diri lainnya seperti bertapa ditempat sunyi,
bermeditasi dibawah air terjun, dan dengan pemakaian obat-obatan penyebab
halusinasi lainnya seperti yang banyak dilakukan orang-orang di pedalaman rimba
Amazon Brazil. Tujuannya satu, yaitu agar kita bisa untuk beberapa saat
melepaskan diri kita dari penjara pikiran yang membelenggu kita selama ini.
Senin, 10 Desember 2012
Sabtu, 08 Desember 2012
DARI DIAM DAN HENING 4.
Kan ini yang menjadi masalah kita selama ini.
Kita rindu untuk bisa kembali merasakan dan mereguk indahnya kehidupan seorang
bayi. Seorang yang tidak punya rasa takut, khawatir, dan sedih sedikitpun.
Sehingga kehidupan seorang bayi adalah kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan,
kedamaian, kesejahteraan. Hidup yang aman dan sentosa. Hidup dengan semua
fasilitas makanan, minuman, pakaian, dan rumah yang terbaik dan terindah dari
orang tuanya. Hidup dimana semua orang ingin mencubitnya dengan gemas. Senyum
dan pandangan matanya menggetarkan rohani semua orang, sehingga semua orang
yang melihatnyapun dialiri oleh rasa senang yang melimpah ruah. Tangisnya
menyentuh rohani semua orang, sehingga siapapun yang mendengar tangisnya itu
akan tergopoh-gopoh ingin mengusir apa-apa yang membuatnya menangis. Kata-kata
dan kalimat-kalimat pertama yang diucapkannya sangat ditunggu-tunggu. Walaupun
kata dan kalimatnya itu masih terbata-bata. Saat dia berkata mamah, ibu, umi…,
mata ibunya akan segera saja berlinang dengan air mata sambil memeluk dan
menciumnya dengan lembut. Ketika dia panggil papah, abi, bapak…, bapaknya akan
bergetar penuh haru dan bangga. Ketika dia panggil, nenek…, kakek…, sang kakek
dan neneknya akan terkekeh penuh rasa bahagia…
DARI DIAM DAN HENING 3.
Istilah-istilah dan praktek-praktek
Yang Boleh Jadi Rancu.
Selama ini kita dibuat rancu tentang
istilah mengosongkan pikiran, istilah menjadi bayi, dan istilah menutup howo
songo. Belum lagi kalau ditambah dengan istilah-istilah yang berasal dari dunia
NLP, Hipnotherapy, Psikologi. Dunia tasawuf atau suffiyah dengan berbagai
tarekatnya cukup pula menjadi sebuah konsep yang misterius yang berada diatas
sebuah menara gading spiritualitas yang sepertinya tidak akan bisa didapatkan
oleh sembarangang orang, kecuali dengan bantuan seseorang yang katanya haruslah
bermaqam Waliyyam Mursyida yang Kamil Mukammil.
Rabu, 05 Desember 2012
DARI DIAM DAN HENING 2.
Sedikit tentang pikiran dan proses
berpikir.
Sebenarnya disini hanya ada dua entiti
saja yang saling berinteraksi, yaitu saya (kita) sebagai subjek dan sesuatu
yang lain sebagai objek. Kita dan objek itu saling terhubung oleh sebuah
“perhatian” yang sedang kita berikan. Sebuah pikiran adalah sebentuk objek yang
sedang menjadi pusat perhatian kita. Objek itu biasanya sesuatu yang dengan
mudah bisa kita kenali melalui VAKOG atau alat indera kita, yang kesemuanya
bisa kita sebut sebagai Objek Pikir saja.
Jadi yang disebut sebagai Pikiran itu adalah Objek Pikir yang sedang kita ambil perhatikan lebih terhadapnya.
Disini ada kita yang terlibat, ada
Objek Pikir sebagai pusat perhatian kita, dan ada pula Perhatian lebih yang
kita berikan terhadap Objek Pikir itu dibandingkan dengan Objek pikir lainnya.
Ketika kita sedang memberikan perhatian lebih kepada sebuah Objek Pikir, maka
kita disebut sebagai orang yang sedang berpikir. Sebaliknya, kalau kita sedang
tidak memberikan perhatian apa-apa kepada sebuah objek, maka kita juga
dikatakan sedang tidak berpikir. Itu saja kok. Sederhana kan?
DARI DIAM DAN HENING 1.
Ketika disuruh DIAM, saya hanya ikut.
Saya tidak mengajukan tanya kenapa. Berbilang hari berlalu. Lalu semua simpul
hubungan-hubungan pemikiranpun menjadi nyata…
Diam dan hening, adalah sebuah keadaan
dimana pergerakan RUHANI kita sudah tidak dihambat dan dihentikan lagi oleh
berbagai file pikiran, sebut saja objek pikir atau objek saja, yang tersimpan
didalam memori kita yang telah kita kumpulkan selama hidup kita. Berbagai objek
itu dalam ilmu NLP sering disebut dengan istilah keren sebagai objek VAKOG
(Visual. Auditory, Kinestetik, Olfactory, Gustatory), atau dalam bahasa kampung
kita disebut sebagai objek yang bisa dikenali dengan mudah oleh panca indera
kita.
Kamis, 18 Oktober 2012
Tentang Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah puasa yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Puasa Arafah dinamakan demikian karena saat itu jamaah haji sedang wukuf
di terik matahari di padang Arafah. Puasa Arafah ini dianjurkan bagi
mereka yang tidak berhaji. Sedangkan yang berhaji tidak disyariatkan
puasa ini.
Mengenai hari Arofah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Mengenai hari Arofah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ
النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ
الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
“Di antara hari
yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah.
Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada
para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh
mereka?” (HR. Muslim)Selasa, 09 Oktober 2012
117 Gedung pernikahan (wedding)
1.Sasana Pakarti
Jl. Duren 3 No. 12 Ps. Minggu
Telp: (021) 797 4075 Ibu Emon/Ibu Karno
* Ruang AC + Ruang Rias 3 dgn AC
* Kapasitas 1000-1200 orang
* Meja penerima tamu + 8 kursi incl
* Incl Ijin/car call/karpet jln/sound/mike 4/200 kursi lipat
* parkir luas
* Max pemakaian = 4 jam
2.Graha SUCOFINDO, 1st Floor
Kapasitas: 1200 org
Catering: 40rb-43rb-47rb per porsi
Office hours: jam 8-5 sore senen-jumat
Jl. Raya Pasar MInggu Kav. 34, Jakarta 12780,
INDONESIA, PO BOX 3277 Jakarta 10001
Phone : (62-21) 798 6657 - 58 (Direct),
(62-21) 798 3666 ext 1116, 1124
Fax : (62-21) 798 6473, 798 3888
email : customer.service@sucofindo.co.id
3.Menara Jamsostek
Jl. Jend Gatot Subroto lt. 10 (outdoor)
Jakarta Selatan
Jumat, 05 Oktober 2012
Apa sih Esensi haji
Alhamdulillah, Allah telah mempertemukan kembali
kita dengan Iedul Adha atau Iedul Qurban. Kita juga bersyukur dan berdo’a agar
saudara-saudara kita yang melaksanakan ibadah Haji tahun ini diberikan kekuatan
dan kesehatan oleh Allah sehingga dapat menjalankan seluruh rangkaian ibadah
hajinya dengan aman, lancar dan selamat. Semoga pula mereka dapat kembali ke
tanah air dengan sehat dan selamat dan menjadi Haji yang Mabrur.
Seperti kita ketahui, dalam ibadah haji ada tiga
kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan, yaitu wukuf di
Arafah, mabit di
Muzdalifah dan klimaksnya melempar jumrah di
Mina. Tanpa melaksanakan ketiga rangkaian kegiatan ini, ibadah haji seseorang
tidak syah.
Pertama,
wukuf di Arafah. Arafah adalah padang pasir yang luas. Di tempat
ini jutaan manusia berkumpul dengan hanya memakai dua helai kain tak
berjahit. Mereka menanggalkan baju kebesaran dunia dan melepaskan segala
atribut kepangkatan. Mulai dari raja sampai rakyat biasa, semua sama. Tidak ada
satupun yang memakai jas maupun pantalon, batik maupun safari.
Wukuf di
Arafah dilakukan siang hari, saat matahari terik menyengat. Semua duduk
bersimpuh berdzikir dan beristighfar. Di sini instink dan sifat
kemanusiaan dibangkitkan. Akal/rasio dan intelektualitas kita
ditempa untuk membaca diri dan alam sekitar, sehingga diharapkan muncul sifat arif. Sesuai dengan namanya, Arafah berarti pengetahuan dan sains . Karena Arafah inilah
pertama kali pengetahuan diberikan kepada manusia melalui orang tua kita,
Adam AS. “Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya….” (Al Baqarah 31). Dengan ilmu pengetahuan inilah manusia mengolah alam ini untuk
memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.
Selasa, 02 Oktober 2012
Sekufu adalah
Yang dimaksud dengan sekufu adalah kesetaraan. Artinya ada kesetaraan dan kesamaan antara calon suami dengan calon istri dalam hal-hal tertentu. Misalnya sekufu dalam hal harta artinya kekayaan calon suami itu kurang lebih setara dengan kekayaan istri.
Kesetaraan yang disepakati ulama bahkan menyebabkan pernikahan tidak sah jika kesetaraan ini tidak diperhatikan adalah kesetaraan dalam agama. Setara dalam agama artinya agama calon suami dan istri itu sama. Seorang muslimah hanya setara dengan seorang muslim. Para ulama sepakat bahwa seorang wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki kafir (Tanya Jawab Masalah Nikah dari A sampai Z hal 150, terbitan Media Hidayah).
Selasa, 03 Juli 2012
Semua tentang Malam Nishfu Sya’ban
Keutamaan Bulan Sya’ban dan Ibadah di Dalamnya
Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit. Hal tersebut didasarkan kepada hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam:Dari Usamah bin Zaid berkata:
Saya bertanya: “Wahai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban?” Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa.” (HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah)
Di samping itu Bulan Sya’ban yang letaknya persis sebelum Ramadhan seolah menjadi starting point untuk menyambut Ramadhan. Sehingga isyaratnya adalah kita perlu menyiapkan bekal ibadah untuk menyambut bulan Ramadhan. Dalam hal mempersiapkan hati atau ruhiyah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anh:
“Saya tidak melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR Muslim).
Minggu, 17 Juni 2012
Isra Mi'raj
Sekarang kita telah memasuki separo
lebih bulan rojab dimana pada akhir bulan ini kita sebagai seorang
muslim telah diingatkan kembali sebuah peristiwa besar dalam sejarah
umat islam. Sebuah peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup
(siirah) Rasulullah SAW yaitu peristiwa diperjalankannya beliau (isra)
dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu
dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (mi'raj) dari Qubbah As Sakhrah
menuju ke Sidrat al Muntaha (akhir penggapaian). Peristiwa ini terjadi
antara 16-12 bulan sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan
hijrah ke Yatsrib (Madinah).
Allah SWT mengisahkan peristiwa agung ini di S. Al Isra (dikenal juga dengan S. Bani Israil) ayat pertama: سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ
آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Artinya; Maha Suci
Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (potongan) malam
dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat".
Lalu
apa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan Isra wal Mi'raj ini?
Barangkali catatan ringan berikut dapat memotivasi kita untuk lebih jauh
dan sungguh-sungguh menangkap pelajaran yang seharusnya kita tangkap
dari perjalanan agung tersebut:
Pertama: Konteks situasi terjadinya
Kita
kenal, Isra' wal Mi'raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya
Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu). Ketika itu, Rasulullah
SAW dalam situasi yang sangat "sumpek", seolah tiada celah harapan masa
depan bagi agama ini. Selang beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta
Khadijah r.a. dan paman yang menjadi dinding kasat dari penjuangan
meninggal dunia. Sementara tekanan fisik maunpun psikologis kafir Qurays
terhadap perjuangan semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan
pegangan, kehilangan arah, dan kini pandangan itu berkunang-kunang tiada
jelas.
27 Rajab adalah
27 Rajab dipercaya sebagai tanggal terjadinya Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
SAW. Ternyata, ada sebagian orang yang berpuasa khusus di hari itu
dengan alasan bahwa hari itu adalah hari Islam, di mana Allah SWT
memberi anugerah besar kepada Rasulullah dengan Isra’ Mi’raj yang
terjadi pada hari itu.
Bagaimana sesungguhnya puasa 27 Rajab itu, adakah dalilnya? Berikut jawaban Syaikh Dr Yusuf Qardhawi yang beliau tulis dalam Fiqih Puasa:
Semua ini tidak ada dalilnya dalam syariat puasa. Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin untuk mengingat nikmat besar yang dianugerahkan kepada mereka, sebagaimana nikmat dalam Perang Ahzab.
Ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika datang pasukan-pasukan kepada kalian, maka Kami utus angin dan pasukan tak terlihat untuk menghancurkan mereka” (QS. Al Ahzab : 9)
Meskipun demikian, mereka tidak pernah mengingat hari-hari ini. Semua melupakan nikmat ini, tenggelam oleh nikmat syawal dan lain-lain.
Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata, “Para sahabat dan tabiin tak pernah mengkhususkan malam isra’ dengan amalan tertentu, tidak pula memperingatinya dengan acara tertentu. Oleh karena itu, tidaklah malam isra’ dianggap sebagai malam yang paling utama bagi Rasulullah.”
“Tak ada dalil yang diketahui tentang bulannya (terjadi isra’ mi’raj), tentang sepuluh harinya, apalagi hari H nya. Bahkan nukilan tentang itu semua terputus riwayatnya dan saling berselisih. Tak ada yang qath’i tentangnya dan tak ada syariat bagi umat Islam untuk mengistimewakan malam (27 Rajab) itu dengan shalat atau lainnya.”
Dengan demikian, meskipun malam 27 Rajab telah termasyhur sebagai malam Isra’ dan Mi’raj, sesungguhnya tak ada dalil tentang itu.
Jadi, demikianlah puasa 27 Rajab atau puasa Isra’ Mi’raj. Syaikh Dr Yusuf Qardhawi telah menerangkan bahwa puasa itu tak ada dalilnya. []
Bagaimana sesungguhnya puasa 27 Rajab itu, adakah dalilnya? Berikut jawaban Syaikh Dr Yusuf Qardhawi yang beliau tulis dalam Fiqih Puasa:
Semua ini tidak ada dalilnya dalam syariat puasa. Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin untuk mengingat nikmat besar yang dianugerahkan kepada mereka, sebagaimana nikmat dalam Perang Ahzab.
Ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika datang pasukan-pasukan kepada kalian, maka Kami utus angin dan pasukan tak terlihat untuk menghancurkan mereka” (QS. Al Ahzab : 9)
Meskipun demikian, mereka tidak pernah mengingat hari-hari ini. Semua melupakan nikmat ini, tenggelam oleh nikmat syawal dan lain-lain.
Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata, “Para sahabat dan tabiin tak pernah mengkhususkan malam isra’ dengan amalan tertentu, tidak pula memperingatinya dengan acara tertentu. Oleh karena itu, tidaklah malam isra’ dianggap sebagai malam yang paling utama bagi Rasulullah.”
“Tak ada dalil yang diketahui tentang bulannya (terjadi isra’ mi’raj), tentang sepuluh harinya, apalagi hari H nya. Bahkan nukilan tentang itu semua terputus riwayatnya dan saling berselisih. Tak ada yang qath’i tentangnya dan tak ada syariat bagi umat Islam untuk mengistimewakan malam (27 Rajab) itu dengan shalat atau lainnya.”
Dengan demikian, meskipun malam 27 Rajab telah termasyhur sebagai malam Isra’ dan Mi’raj, sesungguhnya tak ada dalil tentang itu.
Jadi, demikianlah puasa 27 Rajab atau puasa Isra’ Mi’raj. Syaikh Dr Yusuf Qardhawi telah menerangkan bahwa puasa itu tak ada dalilnya. []
Sabtu, 28 April 2012
6 Tips Menggapai Istiqomah
Seorang
sahabat kami tercinta, dulunya adalah orang yang menuntun kami untuk mengenal
ajaran islam yang haq (yang benar). Awalnya, ia begitu gigih menjalankan ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun selalu memberikan wejangan
dan memberikan beberapa bacaan tentang Islam kepada kami. Namun beberapa tahun
kemudian, kami melihatnya begitu berubah. Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang sebenarnya adalah suatu yang wajib bagi seorang pria, lambat
laun menjadi pudar dari dirinya. Ajaran tersebut tertanggal satu demi satu. Dan
setelah lepas dari dunia kampus, kabarnya pun sudah semakin tidak jelas. Kami
hanya berdo’a semoga sahabat kami ini diberi petunjuk oleh Allah.
Berlatar belakang inilah, kami menyusun risalah ini. Dengan tujuan agar kaum muslimin yang telah mengenal agama Islam yang hanif ini dan telah mengenal lebih mendalam ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa mengetahui bagaimanakah kiat agar tetap istiqomah dalam beragama, mengikuti ajaran Nabi dan agar bisa tegar dalam beramal. Semoga bermanfaat.
Berlatar belakang inilah, kami menyusun risalah ini. Dengan tujuan agar kaum muslimin yang telah mengenal agama Islam yang hanif ini dan telah mengenal lebih mendalam ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa mengetahui bagaimanakah kiat agar tetap istiqomah dalam beragama, mengikuti ajaran Nabi dan agar bisa tegar dalam beramal. Semoga bermanfaat.
Keutamaan
Orang yang Bisa Terus Istiqomah
Yang
dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan
tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan
semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua
bentuk larangan-Nya.[1] Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu
Rajab Al Hambali.
Di
antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka
istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa
sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan
Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)
Senin, 16 April 2012
Prinsip Komunikasi dalam Al-Quran
Qur’an mengatakan bahwa komunikasi adalah satu fitrah manusia atau kebutuhan manusia. Manusia menghabiskan 70 persen dari kehidupannya sehari-hari untuk berkomunikasi, baik dengan menulis, membaca, berbicara, dan mendengarkan Apabila kebutuhan ini tidak dicukupi maka kehidupan manusia terasa belum bermakna. Komunikasi sebagai kebutuhan manusia mengisyaratkan adanya kebutuhan manusia untuk dekat dengan manusia lainnya karena kedekatan tersebut dapat dicapai apabila ada komunikasi di dalamnya.
Komunikasi adalah proses penerimaan, penyampaian dan pemahaman dari satu individu kepada individu lainnya melalui simbol. Bentuknya simbol ini beragam mulai dari kalimat yang terucap sampai pada tindakan yang diperbuat. Tangisan seorang bayi kepada ibunya adalah komunikasi yang mengisyaratkan dirinya merasa tidak nyaman. Kemarahan seorang mengkomunikasikan bahwa dirinya berada dalam bahaya yang menyangkut keselamatan dirinya
PRINSIP KOMUNIKASI DALAM AL QUR’AN
Kita harus belajar pada Rasulullah dalam berkomunikasi. Apa yang dikatakan oleh Rasulullah memberikan dampak yang luar biasa pada anaknya. Orang yang mendengarnya akan tersentuh baik emosi maupun pikirannya. Ucapan beliau sanggup menggelorakan semangat, menyembuhkan hati yang gundah, merangsang penalaran, dan mencerahkan pikiran. Komunikasi yang dilakukan Rasulullah adalah komunikasi yang berlandaskan nilai di dalam Al Qur’an. Beberapa pelajaran mengenai komunikasi yang dapat ditarik dari Al Qur’an antara lain :
Jumat, 30 Maret 2012
Untuk Mencapai Tujuan, Jangan Pernah Berhenti !
Perhatikanlah jam dinding atau jam tangan, akan terlihat jarum jam yang berputar sesuai dengan hitungan waktu dari mulai angka 1 sampai dengan angka seterusnya. Ketika jarum jam itu akan menuju angka 12 terlebih dahulu harus melewati angka-angka sebelumnya.
Begitupun dengan arah tujuan hidup kita harus jelas, dengan kewajiban untuk menapaki langkah demi langkah dalam suatu proses menjalaninya. Dimulai dengan menetapkan tujuan, setelah itu kita beramal, berikhtiar untuk menggapai arah tujuan tersebut. Jika tidak, maka penetapan tujuan yang sudah kita canangkan sebaik apa pun, pasti kita tidak akan dapat meraihnya.
Memiliki tujuan berarti memiliki arah dalam kehidupan ini. Mau ke mana arah hidup kita? Jika sudah memiliki arah yang benar dan harus bergerak menuju arah tersebut, maka secara pasti akan dapat mencapai tujuan tersebut. Yang penting tidak berhenti di tengah jalan untuk menggapainya. Apalagi jika memiliki tujuan yang besar, akan memakan waktu yang lama. Perlu kesabaran, ketekunan, dan optimis (husnuzhan) dalam mencapai tujuan tersebut. Jika ada saat kesabaran itu pudar kemudian berhenti, maka kegagalan dalam meraih tujuan itu pasti teralami. Selama tidak berhenti, dan terus berbuat untuk meraihnya, maka semakin dekat tujuan tersebut kita raih.
Jumat, 09 Maret 2012
Tubuh bergaul dengan makhluk hati bergaul dengan khalik
Bagaimana mungkin hati akan cemerlang, bila gemerlap duniawi terpatri di dinding hati. Demikian ujar Syech ibnu athahilah Ra dalam kitab hikamnya.
Tidak sulit untuk mengetahui apakah dinding hati kita dipenuhi gemerlap dunia atau persiapan untuk akhirat. Lihatlah dibidang apa saja hati ini menjadi resah, bila hati resah karena kehilangan harta, takut tidak kebagian rezeki, berani tidak jujur demi sepeser-dua peser uang, melanggar aturan agama demi dunia.
Itu berarti dinding hati kita tidak sekedar dipenuhi gemerlap duniawi, tetapi sudah menjadi tawanan dunia. Tetapi bila keresahan kita pada shalat yang belum khusuk, bekal akhirat yang masih belum banyak, akhlak yang masih buruk, Itu pertanda hati kita berisi persiapan akhirat.
Tidak sulit untuk mengetahui apakah dinding hati kita dipenuhi gemerlap dunia atau persiapan untuk akhirat. Lihatlah dibidang apa saja hati ini menjadi resah, bila hati resah karena kehilangan harta, takut tidak kebagian rezeki, berani tidak jujur demi sepeser-dua peser uang, melanggar aturan agama demi dunia.
Itu berarti dinding hati kita tidak sekedar dipenuhi gemerlap duniawi, tetapi sudah menjadi tawanan dunia. Tetapi bila keresahan kita pada shalat yang belum khusuk, bekal akhirat yang masih belum banyak, akhlak yang masih buruk, Itu pertanda hati kita berisi persiapan akhirat.
Selasa, 17 Januari 2012
Menangisnya Kekasih Allah
Nabi Zakaria a.s., sebagai seorang utusan Allah, kerap menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umatnya. Pesan-pesan yang disampaikannya senantiasa mengajak kaumnya untuk menyembah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Namun, sebelum ia menyampaikan ayat-ayat Allah Swt. yang telah diwahyukan kepadanya, ia akan terlebih dahulu memerhatikan siapa saja yang bakal menjadi audiennya.
Apabila di antara mereka itu tidak terdapat Nabi Yahya a.s., ia akan membacakan ayat-ayat Allah yang berisi tentang ancaman siksa api neraka. Namun sebaliknya, apabila di antara audiennya itu terdapat putranya, yakni Nabi Yahya, tak sedikit pun ia menyinggung ayat-ayat yang berisi tentang ancaman siksa neraka.
Sebab, Nabi Zakaria a.s. paham betul bagaimana rentannya hati Nabi Yahya a.s. jika mendengar ayat-ayat Allah yang berisi tentang siksaan Allah Swt. Nabi Yahya a.s. selalu menangis jika mendengar ayat-ayat mengenai siksa neraka. Bahkan ia akan menyepi dan menangis sepanjang hari, sampai akhirnya ibunya datang membujuk dan menenteramkan hatinya.
Demikianlah ciri sifat Nabi Yahya a.s., sebagai tanda rasa takutnya kepada Allah dan kuatnya keimanan yang tertanam di dalam dirinya. Pernah, suatu ketika Nabi Zakaria a.s. akan menyampaikan ayat-ayat Allah kepada kaumnya. Sebagaimana yang biasa ia lakukan, ia akan memerhatikan dulu apakah di tengah orang yang hadir itu ada putranya atau tidak ada.
Setelah Nabi Zakaria a.s. memerhatikan dengan saksama tak melihat Nabi Yahya ikut hadir di situ, mulailah ia menyampaikan ajaran-ajaran Allah Taala yang telah diwahyukan kepadanya. Ia juga menyertakan ayat-ayat yang berisi ancaman siksa neraka bagi mereka yang tak mau mengikuti apa yang telah ditentukan oleh Allah. Ketika menyampaikan ayat-ayat tersebut, Nabi Zakaria a.s. sendiri juga menangis. Itu tidak lain disebabkan rasa takutnya yang amat sangat kepada Allah Rabbul ‘Izzati.
Di tengah isak tangisnya itulah, Nabi Zakaria a.s. berkata kepada kaumnya:
"Malaikat Jibril telah mengabarkan kepadaku, bahwasanya di dalam Neraka Jahanam itu terdapat sebuah gunung yang disebut Sakrana. Gunung itu berasal dari sebuah jurang yang dinamakan Ghadhban. Sedang Ghadhban itu sendiri diciptakan dari murka Allah Yang Maha Kasih Sayang."
"Pada jurang Ghadhban tersebut," lanjut beliau, "terdapat beberapa sumur api. Kedalaman masing-masing sumur itu mencapai dua ratus tahun perjalanan di bumi ini. Di dalam setiap sumur, terdapat banyak rantai dan belenggu yang terbuat dari besi."
Bersamaan dengan itu, ternyata Nabi Yahya a.s. datang dan sempat mendengar ayat-ayat yang berisi mengenai ancaman siksa neraka itu. Nabi Yahya a.s. langsung melompat keluar dari majelis dan berlari pergi seraya berteriak-teriak, "Aduh, Sakrana..., aduh
Ghadhban..." Dalam waktu yang relatif singkat, Nabi Yahya a.s. telah menghilang dari pandangan Nabi Zakaria a.s. dan orang- orang yang hadir dalam majelis itu.
Melihat hal itu, Nabi Zakaria segera mengakhiri ceramahnya dan kemudian mengajak istrinya untuk pergi mencari Nabi Yahya yang telah lari entah ke mana. Mereka bertanya kepada orang- orang yang ditemui di sepanjang jalan, apakah mereka melihat orang yang memiliki ciri-ciri seperti putranya. Namun, sebagian besar orang tak mengetahui ke mana Nabi Yahya pergi.
Hingga sore hari, mereka masih tak mengetahui keberadaan Nabi Yahya. Dalam pencarian tersebut, Nabi Zakaria dan istrinya bertemu dengan seorang penggembala yang akan pulang ke rumahnya. Setelah bertanya kepada sang penggembala itu, Nabi Zakaria memperoleh jawaban, bahwa orang yang dicarinya tengah berada di atas gunung.
"Aku tadi melihatnya di atas gunung sana. Ia menangis seraya berkata tak akan makan dan minum sampai ia mengetahui apakah tempatnya bakal di dalam surga ataukah di neraka," ujar si penggembala itu.
Segera Nabi Zakaria dan istrinya mendaki gunung yang dimaksudkan. Setibanya di atas gunung, mereka memang melihat Nabi Yahya tengah duduk berdzikir. Sebagai seorang ibu yang sangat khawatir dengan keadaan putranya, istri Nabi Zakaria berjalan mendekati Nabi Yahya.
"Anakku yang telah kukandung dan kususui, kemarilah engkau, dan ayo kita pulang bersama," bisik ibunya perlahan.
Nabi Yahya segera menunjukkan kepatuhannya kepada sang ibu. Ia segera melangkah menuju ibunya dan mengikuti ayah dan ibunya pulang ke rumah. Setelah tiba di rumah, Nabi Zakaria meminta putranya itu untuk mengganti jubahnya dengan jubah
lainnya yang lebih bagus. Nabi Yahya menurutinya. Kemudian ibunya memasak gulai untuk makanan mereka bersama.
Usai makan, Nabi Yahya langsung tertidur. Di dalam tidurnya, tiba-tiba ia bermimpi ada suara yang memanggilnya.
"Hai Yahya, apakah engkau telah mendapatkan rumah yang lebih baik dari rumah-Ku dan tetangga yang lebih baik dari tetangga-Ku?" Demikian isi suara dalam mimpinya saat itu. Nabi Yahya langsung terbangun dan menangis kembali.
Seraya masih tetap menangis, ia meminta kepada ayahnya agar mengembalikan lagi jubah miliknya yang ia pakai semula. Kemudian ia mengembalikan jubah barunya kepada ayahnya. Nabi Zakaria menuruti kehendak putranya itu. Sebab, ia tahu betul bahwa semua itu dilakukan anaknya karena rasa takutnya kepada Allah.
Tatkala ibadah mereka bertambah kuat, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Zakaria yang berbunyi: "Sesungguhnya Aku telah mengharamkan neraka bagikalian semua" Ayat itu menjadi kabar gembira bagi keluarga Nabi Zakaria, bahwa mereka telah dijamin Allah untuk masuk ke dalam surga-Nya.
Karena kepatuhan, ketaatan dan ketakutan mereka kepada Sang Pencipta itulah, Allah kemudian memuji keluarga Nabi Zakaria dalam Al-Quran Surah Al-Anbiya` ayat 90 yang berbunyi: "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera di dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan rasa harap dan cemas. Dan mereka termasuk orang-orang yang khusyuk kepada Kami" (QS Al-Anbiya` [21]: 90)
Disadur dari buku terbitan Darul Hikmah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah
Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah
Apabila di antara mereka itu tidak terdapat Nabi Yahya a.s., ia akan membacakan ayat-ayat Allah yang berisi tentang ancaman siksa api neraka. Namun sebaliknya, apabila di antara audiennya itu terdapat putranya, yakni Nabi Yahya, tak sedikit pun ia menyinggung ayat-ayat yang berisi tentang ancaman siksa neraka.
Sebab, Nabi Zakaria a.s. paham betul bagaimana rentannya hati Nabi Yahya a.s. jika mendengar ayat-ayat Allah yang berisi tentang siksaan Allah Swt. Nabi Yahya a.s. selalu menangis jika mendengar ayat-ayat mengenai siksa neraka. Bahkan ia akan menyepi dan menangis sepanjang hari, sampai akhirnya ibunya datang membujuk dan menenteramkan hatinya.
Demikianlah ciri sifat Nabi Yahya a.s., sebagai tanda rasa takutnya kepada Allah dan kuatnya keimanan yang tertanam di dalam dirinya. Pernah, suatu ketika Nabi Zakaria a.s. akan menyampaikan ayat-ayat Allah kepada kaumnya. Sebagaimana yang biasa ia lakukan, ia akan memerhatikan dulu apakah di tengah orang yang hadir itu ada putranya atau tidak ada.
Setelah Nabi Zakaria a.s. memerhatikan dengan saksama tak melihat Nabi Yahya ikut hadir di situ, mulailah ia menyampaikan ajaran-ajaran Allah Taala yang telah diwahyukan kepadanya. Ia juga menyertakan ayat-ayat yang berisi ancaman siksa neraka bagi mereka yang tak mau mengikuti apa yang telah ditentukan oleh Allah. Ketika menyampaikan ayat-ayat tersebut, Nabi Zakaria a.s. sendiri juga menangis. Itu tidak lain disebabkan rasa takutnya yang amat sangat kepada Allah Rabbul ‘Izzati.
Di tengah isak tangisnya itulah, Nabi Zakaria a.s. berkata kepada kaumnya:
"Malaikat Jibril telah mengabarkan kepadaku, bahwasanya di dalam Neraka Jahanam itu terdapat sebuah gunung yang disebut Sakrana. Gunung itu berasal dari sebuah jurang yang dinamakan Ghadhban. Sedang Ghadhban itu sendiri diciptakan dari murka Allah Yang Maha Kasih Sayang."
"Pada jurang Ghadhban tersebut," lanjut beliau, "terdapat beberapa sumur api. Kedalaman masing-masing sumur itu mencapai dua ratus tahun perjalanan di bumi ini. Di dalam setiap sumur, terdapat banyak rantai dan belenggu yang terbuat dari besi."
Bersamaan dengan itu, ternyata Nabi Yahya a.s. datang dan sempat mendengar ayat-ayat yang berisi mengenai ancaman siksa neraka itu. Nabi Yahya a.s. langsung melompat keluar dari majelis dan berlari pergi seraya berteriak-teriak, "Aduh, Sakrana..., aduh
Ghadhban..." Dalam waktu yang relatif singkat, Nabi Yahya a.s. telah menghilang dari pandangan Nabi Zakaria a.s. dan orang- orang yang hadir dalam majelis itu.
Melihat hal itu, Nabi Zakaria segera mengakhiri ceramahnya dan kemudian mengajak istrinya untuk pergi mencari Nabi Yahya yang telah lari entah ke mana. Mereka bertanya kepada orang- orang yang ditemui di sepanjang jalan, apakah mereka melihat orang yang memiliki ciri-ciri seperti putranya. Namun, sebagian besar orang tak mengetahui ke mana Nabi Yahya pergi.
Hingga sore hari, mereka masih tak mengetahui keberadaan Nabi Yahya. Dalam pencarian tersebut, Nabi Zakaria dan istrinya bertemu dengan seorang penggembala yang akan pulang ke rumahnya. Setelah bertanya kepada sang penggembala itu, Nabi Zakaria memperoleh jawaban, bahwa orang yang dicarinya tengah berada di atas gunung.
"Aku tadi melihatnya di atas gunung sana. Ia menangis seraya berkata tak akan makan dan minum sampai ia mengetahui apakah tempatnya bakal di dalam surga ataukah di neraka," ujar si penggembala itu.
Segera Nabi Zakaria dan istrinya mendaki gunung yang dimaksudkan. Setibanya di atas gunung, mereka memang melihat Nabi Yahya tengah duduk berdzikir. Sebagai seorang ibu yang sangat khawatir dengan keadaan putranya, istri Nabi Zakaria berjalan mendekati Nabi Yahya.
"Anakku yang telah kukandung dan kususui, kemarilah engkau, dan ayo kita pulang bersama," bisik ibunya perlahan.
Nabi Yahya segera menunjukkan kepatuhannya kepada sang ibu. Ia segera melangkah menuju ibunya dan mengikuti ayah dan ibunya pulang ke rumah. Setelah tiba di rumah, Nabi Zakaria meminta putranya itu untuk mengganti jubahnya dengan jubah
lainnya yang lebih bagus. Nabi Yahya menurutinya. Kemudian ibunya memasak gulai untuk makanan mereka bersama.
Usai makan, Nabi Yahya langsung tertidur. Di dalam tidurnya, tiba-tiba ia bermimpi ada suara yang memanggilnya.
"Hai Yahya, apakah engkau telah mendapatkan rumah yang lebih baik dari rumah-Ku dan tetangga yang lebih baik dari tetangga-Ku?" Demikian isi suara dalam mimpinya saat itu. Nabi Yahya langsung terbangun dan menangis kembali.
Seraya masih tetap menangis, ia meminta kepada ayahnya agar mengembalikan lagi jubah miliknya yang ia pakai semula. Kemudian ia mengembalikan jubah barunya kepada ayahnya. Nabi Zakaria menuruti kehendak putranya itu. Sebab, ia tahu betul bahwa semua itu dilakukan anaknya karena rasa takutnya kepada Allah.
Tatkala ibadah mereka bertambah kuat, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Zakaria yang berbunyi: "Sesungguhnya Aku telah mengharamkan neraka bagikalian semua" Ayat itu menjadi kabar gembira bagi keluarga Nabi Zakaria, bahwa mereka telah dijamin Allah untuk masuk ke dalam surga-Nya.
Karena kepatuhan, ketaatan dan ketakutan mereka kepada Sang Pencipta itulah, Allah kemudian memuji keluarga Nabi Zakaria dalam Al-Quran Surah Al-Anbiya` ayat 90 yang berbunyi: "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera di dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan rasa harap dan cemas. Dan mereka termasuk orang-orang yang khusyuk kepada Kami" (QS Al-Anbiya` [21]: 90)
Disadur dari buku terbitan Darul Hikmah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah
Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah
Senin, 16 Januari 2012
Putri Dzun Nun Al-Mishri
Dzun Nun menjadi paham dan sadar, bahwa ternyata Allah menurunkan hidangan dari langit itv bukanlah karena ibadahnya, melainkan karena rahmat Allah atas put rinya. Buktinya, setelah putrinya itu wafat, hidangan dari langit itu pun tak pernah turun lagi.
Dzun Nun Al-Mishri adalah salah seorang tokoh sufi dari wilayah Ikhmim di Mesir. Nama lengkapnya idalah Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim Al-Mishri. Di samping clikenal sebagai seorang tokoh sufi, Dzun Nun juga merupakan salah seorang ahli kimia dan memahami tulisan-tulisan Mesir kuno. Keahlian dalam bidang yang terakhir inilah yang kemudian membuat Dzun Nun banyak terlibat di dalam dunia sastra.
Semasa hidupnya, Dzun Nun banyak melakukan perjalanan ke berbagai daerah di wilayah Arab, termasuk Syiria. Kendati ia memiliki tingkat ilmu yang cuk ip tinggi, ia tak segan-segan mendatangi beberapa guru untuk belajar agama. Kiprahnya di bidang penyebaran agama, membuat Dzun Nun pernah ditangkap dan dipenjarakan di kota Bagdad, sekitar tahun 829 M (204 H). Penyebabnya adalah ia dituduh sebagai dalang yang telah menyebarkan bidah di dalam agama Islam. Akan tetapi, penangkapan itu tak berlangsung lama, karena tuduhan tersebut dianggap tidak terbukti.
Di dalam sebuah riwayat disebutkan, Dzun Nun Al-Mishri memiliki seorang anak perempuan yang sangat saleh seperti ayahnya. Ketika putrinya itu masih berusia sangat belia, Dzun Nun pernah mengajaknya pergi berdua ke laut untuk menjala ikan. Sesampainya di tepi laut, Dzun Nun mulai berjalan ke dalam air laut untuk menebarkan jalanya. Sedangkan putrinya yang masih kanak-kanak itu menunggunya di tepi pantai.
Setelah beberapa lama kemudian, Dzun Nun menarik jalanya. Tampaklah seekor ikan yang cukup besar tertangkap di dalam jalanya. Dzun Nun merasa sangat gembira. Ia segera bermaksud melepaskan ikan tersebut dari jalanya dan disimpan di dalam wadah yang sudah disiapkan. Akan tetapi, putrinya segera mengambil ikan itu dan melepaskannya kembali ke dalam air laut. Ikan itu pun berenang menuju ke tengah lautan.
Diajak Bersabar
Melihat perbuatan putrinya itu, Dzun Nun menjadi terperangah. "Mengapa engkau membuang ikan hasil jerih payah kita itu?" tanya Dzun Nun kepada putrinya dengan nada heran.
"Aku menyaksikan ikan itu tengah menggerak-gerakkan mulutnya. Sesungguhnya ia sedang berdzikir kepada Allah. Aku tidak mau memakan makhluk yang berdzikir kepada-Nya," jawab putrinya yang masih lugu itu dengan santai.
Dzun Nun terdiam. Ia menghela nafas seraya bergumam, "Apa lagi yang harus kita lakukan?"
Putri Dzun Nun memegang tangan ayahnya sambil berkata: "Bersabarlah, Ayah. Kita sebaiknya berserah diri kepada Allah. Sesungguhnya Allah akan memberi kita rezeki berupa sesuatu yang tidak berdzikir kepada-Nya "
Alhasil, Dzun Nun mengikuti saran putrinya. Mereka hanya duduk di tepi pantai tanpa menjala ikan lagi. Akan tetapi duduknya mereka saat itu bukan sekadar duduk seperti orang pada umumnya, melainkan sambil mengolah hati mereka agar pasrah kepada kehendak Allah.
Mereka berdua memilih melaksanakan shalat di tepi pantai itu seraya berserah diri kepada Allah. Hingga sore hari, tak ada sesuatu pun yang terjadi. Bahkan, sampai dengan waktu isya, tak ada sedikit makanan pun yang dapat mereka makan.
Dalam kondisi perut yang tengah lapar itu, tiba-tiba turunlah sebuah baki dari langit yang berisi aneka makanan yang lezat. Bahkan, bukan hanya saat itu saja. Hidangan dari langit itu juga hadir di hadapan mereka, ketika Dzun Nun dan putrinya sudah berada di rumah. Setiap malam, ketika telah masuk waktu isya, Dzun Nun selalu memperoleh hidangan dari langit yang sangat lezat.
Selama dua belas tahun, hidangan dari langit itu menjadi menu makan malam mereka secara terus-menerus. Sampai suatu ketika, putri Dzun Nun meninggal dunia. Malam harinya, hidangan dari langit itu pun tak kunjung datang lagi. Melihat kejadian itu, tersadarlah Dzun Nun tentang keistimewaan putrinya.
Selama dua belas tahun itu, ia mengira bahwa Allah menurunkan hidangan dari langit itu adalah karena kekhusyukan-nya dalam beribadah kepada Allah. Akan tetapi, malam itu, Dzun Nun menjadi paham dan sadar, bahwa ternyata Allah menurunkan hidangan dari langit itu bukanlah karena ibadahnya, melainkan karena rahmat Allah atas putrinya. Buktinya, setelah putrinya itu wafat, hidangan dari langit itu pun tak pernah turun lagi.
Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah,
Senin, 02 Januari 2012
4 Tahap Menuju Allah
Oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah
(Disampaikan pada Tabligh Akbar pada tanggal 15 November 2011 di
Sukarami, Padang yang dihadiri oleh Syaikh Jibril, salah satu mursyid
Tariqah Naqsyabandiyah Haqqani)
Materi "Dialog tentang Ketuhanan" di Masjid Baitul Ihsan, Bank
Indonesia,
23 Desember 2011 atas kerjasama Manajemen Masjid Baitul Ikhsan
dan Tasawuf Islamic Center Indonesia.
Pembicara: Dr. Ahmad Rahman, MAg (Ahli Peneliti Utama Balitbang Kemenag
RI & Pembimbing TICI)
Moderator: Dr. Nawiruddin Dg Tola, M.Ag (Dosen UIN Syarif Hidayatullah)
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
Asyhadu an laa ilaaha illa Allaah wa Asyhadu anna Muhammadan rasuul
Allah 3X
Segala puji bagi Allah, yang masih saja melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada kita, yang tak jemu-jemunya, yang tak bosan-bosannya melihat
perangai kita. Namun, dengan kasih sayang-Nya, Allah kumpulkan kita di
masjid ini. Selawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Muhammad
Saw. Juga mari kita kirimkan surat al-Fatihah kepada orang tua kita dan
orang-orang yang telah mendahului kita, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku
dan diikuti oleh seluruh jamaah), serta kepada guru-guru yang kita
cintai, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh seluruh jamaah).
Bapak-Ibu yang Allah rahmati…
Dalam dunia tariqah itu, ada empat perjalanan yang umumnya kita lewati.
Yang pertama adalah zikir atau ingat.
Yang kedua adalah rasa
Yang ketiga adalah penyaksian
Yang keempat adalah mahabbah atau cinta
Dzikir
Dzikir atau ingat. Sebaik-baik zikir adalah zikir yang melahirkan rasa
dekat kepada Allah Swt, bukan zikir yang melahirkan jumlah bilangan.
Sebaik-baik zikir yang kita laksanakan adalah bagaimana zikir itu dapat
melahirkan rasa dekat kepada Allah.
"Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku dan kamu tidak ada perantara.
Jikalau ada perantara, perantara itulah Aku." (Ilham Sirriyah, pen.)
Allah dengan manusia tiada perantara. Allah lebih dekat daripada kata
yang keluar dari lidah kita. Allah lebih dekat daripada pikiran yang
keluar dari akal kita. Dia lebih dekat daripada rasa yang keluar dari
hati kita. Mengapa kita tidak bisa merasa dekat dengan Allah? Zikir yang
melahirkan rasa dekat kepada Allah, inilah sebaik-baik zikir.
Rasa
Rasa dekat bukan tujuan kita (menuju Allah, pen.). sering bagi kalangan
sufi atau orang-orang tariqah muncul dalam dirinya rasa dekat kepada
Allah. Namun, rasa dekat kepada Allah bukan tujuan kita (para salik,
pencari Tuhan, pen.). Rasa dekat kepada Allah hanya menjadi batu
loncatan bagi kita untuk menyaksikan dari hati kita bahwasanya Allah
lebih dekat dariapda nurani kita sendiri. Rasa dekat hanya sebagai batu
loncatan. Jangan kita merasa sudah sampai sana (kepada Allah), (jangan
pula merasa inilah puncak segala-galanya!!!) Ingat, Allah bukan di dalam
rasa, tetapi Allah ada di balik rasa, di puncak rasa (yaitu, dimana
tiada lagi rasa yang dirasakan oleh seorang hamba kecuali yang ada
hanyalah Allah, termasuk tidak merasakan keberadaan dirinya sendiri,
pen.).
Rasa dekat apabila sudah sampai kepada kita, harus diiringi dengan hati
yang suci atau bersih. Apakah hati yang suci itu? Hati yang suci itu
bukan saja bebas dari penyakit hati, dan hati yang kotor bukan hati yang
berbintik-bintik. Hati yang kotor adalah hati yang masih bergantung pada
selain kepada Allah. Itulah hati yang kotor. Percuma kita sekarang ini
berzikir, belajar tariqah, merasa dekat, tetapi masih membiarkan hati
kita bergantung kepada selain Allah. Hati yang hanya bergantung kepada
Allah ialah hati yang nol, atau hati yang kosong. Yang kosong itu akan
diisi oleh Allah. Bagaimana kita akan melihat bulan di tengah hari di
saat cahaya matahari masih terik. Bila ingin melihat bulan yang sempurna
maka lihatlah di malam hari (di saat tidak ada cahaya lain selain cahaya
bulan, pen.). Hilangkan segala ketergantungan kita kecuali hanya kepada
Allah. Masalah hati kita akan diisi atau tidak itu urusan Allah. Tugas
kita hanyalah membersihkan hati kita.
Penyaksian
Sesungguhnya, ketika seseorang telah sampai pada maqam pembersihan,
dimana hijabnya sudah terbuka, maka dengan rasa dekat yang dia miliki
akan merasakan betapa nyata Tuhannya, betapa nyata Allah itu, lebih
nyata daripada dirinya sendiri. Allah lebih nyata daripada keberadaan
dirinya sendiri. Pada saat itu, Allah tetap menjadi Allah sebagai Tuhan,
dan kita tetaplah menjadi hamba, dan tidak akan pernah hamba akan
menjadi Tuhan. Ibarat benda dengan bayangannya. Benda dengan bayangannya
mustahil bercerai, tetapi juga mustahil pula benda dengan banyangannya
bersatu. Benda akan tetaplah menjadi benda dan bayangan tetaplah akan
menjadi bayangan. Begitulah kondisi antara kita dengan Allah. Jangan
menjadikan rasa dekat itu menjadi tujuan. Rasa dekat itu kita jadikan
sebagai hewan tunggangan menuju Allah.
Bapak Ibu yang Allah rahmati.
Mari, kita sepenuhnya bergantung hanya kepada Allah. Lepaskan
ketergantungan kita kepada yang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah
timbulkan kebutuhan kita kepada Allah. Sekarang, mari kita tanya diri
kita masing-masing. Apakah hari ini kita butuh kepada Allah? Butuh Allah
hanya di dalam shalat! Butuh Allah ketika di rumah sakit! Butuh Allah
setelah melihat saudara kita meninggal! Sedangkan para pecinta Allah,
kebutuhannya kepada Allah adalah di setiap saat. Tersandung kakinya pun
ia butuh kepada Allah. Dan orang yang bisa memiliki rasa butuh dengan
Allah hanyalah orang-orang yang benar-benar tahu betapa banyak nikmat
Allah kepada dirinya. Dia benar-benar tahu bahwa betapa lemahnya
dirinya. Namun, orang-orang yang merasa dia yang kuat, dia yang
berjalan, dia yang bergerak, tidak akan memunculkan rasa kebutuhannya
kepada Allah. Orang yang nol, orang yang kosong, orang yang benar-benar
menganggap dirinya tidak ada daya upaya, ialah yang akan menimbulkan
rasa butuh kepada Allah, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa memiliki
Allah. Saya sering menyampaikan bahwasanya negara kita ini adalah negara
yang beragama, tapi belum bertuhan. Negara kita ini adalah negara
bertuhan, tapi belum memiliki Tuhan. Inilah tariqah dan ajaran kita,
bagaimana kita menggali agar merasa benar-benar beragama bertuhan, dan
memiliki Tuhan.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Tambahan dari penulis:
Cinta
Dalam beberapa majelis Tuangku, sering menyampaikan bahwa buah dari
penyaksian akan melahirkan cinta. Semakin sering berjumpa dengan Allah
maka akan melahirkan kerinduan untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Rindu
itu adalah tiang dari cinta. Seorang hamba yang telah memiliki rasa
cinta, maka seluruh hidupnya diabdikan dan dipersembahkan kepada Allah
sebagai pembuktian cinta pada-Nya.
Transkriptor: Zubair
Diambil dari www. youtube.com
DISKUSI TENTANG KETUHANAN (MUKHATHABAH ILAHIYAH) Tasawuf Islamic
Centre Indonesia (TICI) bekerja sama dengan Manajemen Masjid Baitul
Ihsan, Bank Indonesia (MMBI) rutin diselenggarakan setiap hari Jumat
mulai pukul 17.00 WIB, dilanjutkan shalat Maghrib s/d Shalat Isya.
Bertempat di Basement Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jl. Budi
Kemuliaan No. 23, Jakarta Pusat,
(Disampaikan pada Tabligh Akbar pada tanggal 15 November 2011 di
Sukarami, Padang yang dihadiri oleh Syaikh Jibril, salah satu mursyid
Tariqah Naqsyabandiyah Haqqani)
Materi "Dialog tentang Ketuhanan" di Masjid Baitul Ihsan, Bank
Indonesia,
23 Desember 2011 atas kerjasama Manajemen Masjid Baitul Ikhsan
dan Tasawuf Islamic Center Indonesia.
Pembicara: Dr. Ahmad Rahman, MAg (Ahli Peneliti Utama Balitbang Kemenag
RI & Pembimbing TICI)
Moderator: Dr. Nawiruddin Dg Tola, M.Ag (Dosen UIN Syarif Hidayatullah)
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
Asyhadu an laa ilaaha illa Allaah wa Asyhadu anna Muhammadan rasuul
Allah 3X
Segala puji bagi Allah, yang masih saja melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada kita, yang tak jemu-jemunya, yang tak bosan-bosannya melihat
perangai kita. Namun, dengan kasih sayang-Nya, Allah kumpulkan kita di
masjid ini. Selawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Muhammad
Saw. Juga mari kita kirimkan surat al-Fatihah kepada orang tua kita dan
orang-orang yang telah mendahului kita, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku
dan diikuti oleh seluruh jamaah), serta kepada guru-guru yang kita
cintai, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh seluruh jamaah).
Bapak-Ibu yang Allah rahmati…
Dalam dunia tariqah itu, ada empat perjalanan yang umumnya kita lewati.
Yang pertama adalah zikir atau ingat.
Yang kedua adalah rasa
Yang ketiga adalah penyaksian
Yang keempat adalah mahabbah atau cinta
Dzikir
Dzikir atau ingat. Sebaik-baik zikir adalah zikir yang melahirkan rasa
dekat kepada Allah Swt, bukan zikir yang melahirkan jumlah bilangan.
Sebaik-baik zikir yang kita laksanakan adalah bagaimana zikir itu dapat
melahirkan rasa dekat kepada Allah.
"Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku dan kamu tidak ada perantara.
Jikalau ada perantara, perantara itulah Aku." (Ilham Sirriyah, pen.)
Allah dengan manusia tiada perantara. Allah lebih dekat daripada kata
yang keluar dari lidah kita. Allah lebih dekat daripada pikiran yang
keluar dari akal kita. Dia lebih dekat daripada rasa yang keluar dari
hati kita. Mengapa kita tidak bisa merasa dekat dengan Allah? Zikir yang
melahirkan rasa dekat kepada Allah, inilah sebaik-baik zikir.
Rasa
Rasa dekat bukan tujuan kita (menuju Allah, pen.). sering bagi kalangan
sufi atau orang-orang tariqah muncul dalam dirinya rasa dekat kepada
Allah. Namun, rasa dekat kepada Allah bukan tujuan kita (para salik,
pencari Tuhan, pen.). Rasa dekat kepada Allah hanya menjadi batu
loncatan bagi kita untuk menyaksikan dari hati kita bahwasanya Allah
lebih dekat dariapda nurani kita sendiri. Rasa dekat hanya sebagai batu
loncatan. Jangan kita merasa sudah sampai sana (kepada Allah), (jangan
pula merasa inilah puncak segala-galanya!!!) Ingat, Allah bukan di dalam
rasa, tetapi Allah ada di balik rasa, di puncak rasa (yaitu, dimana
tiada lagi rasa yang dirasakan oleh seorang hamba kecuali yang ada
hanyalah Allah, termasuk tidak merasakan keberadaan dirinya sendiri,
pen.).
Rasa dekat apabila sudah sampai kepada kita, harus diiringi dengan hati
yang suci atau bersih. Apakah hati yang suci itu? Hati yang suci itu
bukan saja bebas dari penyakit hati, dan hati yang kotor bukan hati yang
berbintik-bintik. Hati yang kotor adalah hati yang masih bergantung pada
selain kepada Allah. Itulah hati yang kotor. Percuma kita sekarang ini
berzikir, belajar tariqah, merasa dekat, tetapi masih membiarkan hati
kita bergantung kepada selain Allah. Hati yang hanya bergantung kepada
Allah ialah hati yang nol, atau hati yang kosong. Yang kosong itu akan
diisi oleh Allah. Bagaimana kita akan melihat bulan di tengah hari di
saat cahaya matahari masih terik. Bila ingin melihat bulan yang sempurna
maka lihatlah di malam hari (di saat tidak ada cahaya lain selain cahaya
bulan, pen.). Hilangkan segala ketergantungan kita kecuali hanya kepada
Allah. Masalah hati kita akan diisi atau tidak itu urusan Allah. Tugas
kita hanyalah membersihkan hati kita.
Penyaksian
Sesungguhnya, ketika seseorang telah sampai pada maqam pembersihan,
dimana hijabnya sudah terbuka, maka dengan rasa dekat yang dia miliki
akan merasakan betapa nyata Tuhannya, betapa nyata Allah itu, lebih
nyata daripada dirinya sendiri. Allah lebih nyata daripada keberadaan
dirinya sendiri. Pada saat itu, Allah tetap menjadi Allah sebagai Tuhan,
dan kita tetaplah menjadi hamba, dan tidak akan pernah hamba akan
menjadi Tuhan. Ibarat benda dengan bayangannya. Benda dengan bayangannya
mustahil bercerai, tetapi juga mustahil pula benda dengan banyangannya
bersatu. Benda akan tetaplah menjadi benda dan bayangan tetaplah akan
menjadi bayangan. Begitulah kondisi antara kita dengan Allah. Jangan
menjadikan rasa dekat itu menjadi tujuan. Rasa dekat itu kita jadikan
sebagai hewan tunggangan menuju Allah.
Bapak Ibu yang Allah rahmati.
Mari, kita sepenuhnya bergantung hanya kepada Allah. Lepaskan
ketergantungan kita kepada yang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah
timbulkan kebutuhan kita kepada Allah. Sekarang, mari kita tanya diri
kita masing-masing. Apakah hari ini kita butuh kepada Allah? Butuh Allah
hanya di dalam shalat! Butuh Allah ketika di rumah sakit! Butuh Allah
setelah melihat saudara kita meninggal! Sedangkan para pecinta Allah,
kebutuhannya kepada Allah adalah di setiap saat. Tersandung kakinya pun
ia butuh kepada Allah. Dan orang yang bisa memiliki rasa butuh dengan
Allah hanyalah orang-orang yang benar-benar tahu betapa banyak nikmat
Allah kepada dirinya. Dia benar-benar tahu bahwa betapa lemahnya
dirinya. Namun, orang-orang yang merasa dia yang kuat, dia yang
berjalan, dia yang bergerak, tidak akan memunculkan rasa kebutuhannya
kepada Allah. Orang yang nol, orang yang kosong, orang yang benar-benar
menganggap dirinya tidak ada daya upaya, ialah yang akan menimbulkan
rasa butuh kepada Allah, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa memiliki
Allah. Saya sering menyampaikan bahwasanya negara kita ini adalah negara
yang beragama, tapi belum bertuhan. Negara kita ini adalah negara
bertuhan, tapi belum memiliki Tuhan. Inilah tariqah dan ajaran kita,
bagaimana kita menggali agar merasa benar-benar beragama bertuhan, dan
memiliki Tuhan.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Tambahan dari penulis:
Cinta
Dalam beberapa majelis Tuangku, sering menyampaikan bahwa buah dari
penyaksian akan melahirkan cinta. Semakin sering berjumpa dengan Allah
maka akan melahirkan kerinduan untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Rindu
itu adalah tiang dari cinta. Seorang hamba yang telah memiliki rasa
cinta, maka seluruh hidupnya diabdikan dan dipersembahkan kepada Allah
sebagai pembuktian cinta pada-Nya.
Transkriptor: Zubair
Diambil dari www. youtube.com
DISKUSI TENTANG KETUHANAN (MUKHATHABAH ILAHIYAH) Tasawuf Islamic
Centre Indonesia (TICI) bekerja sama dengan Manajemen Masjid Baitul
Ihsan, Bank Indonesia (MMBI) rutin diselenggarakan setiap hari Jumat
mulai pukul 17.00 WIB, dilanjutkan shalat Maghrib s/d Shalat Isya.
Bertempat di Basement Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jl. Budi
Kemuliaan No. 23, Jakarta Pusat,
Langganan:
Postingan (Atom)