Senin, 16 April 2012

Prinsip Komunikasi dalam Al-Quran

Qur’an mengatakan bahwa komunikasi adalah satu fitrah manusia atau kebutuhan manusia. Manusia menghabiskan 70 persen dari kehidupannya sehari-hari untuk berkomunikasi, baik dengan menulis, membaca, berbicara, dan mendengarkan Apabila kebutuhan ini tidak dicukupi maka kehidupan manusia terasa belum bermakna. Komunikasi sebagai kebutuhan manusia mengisyaratkan adanya kebutuhan manusia untuk dekat dengan manusia lainnya karena kedekatan tersebut dapat dicapai apabila ada komunikasi di dalamnya.
Komunikasi adalah proses penerimaan, penyampaian dan pemahaman dari satu individu kepada individu lainnya melalui simbol. Bentuknya simbol ini beragam mulai dari kalimat yang terucap sampai pada tindakan yang diperbuat. Tangisan seorang bayi kepada ibunya adalah komunikasi yang mengisyaratkan dirinya merasa tidak nyaman. Kemarahan seorang mengkomunikasikan bahwa dirinya berada dalam bahaya yang menyangkut keselamatan dirinya

PRINSIP KOMUNIKASI DALAM AL QUR’AN
Kita harus belajar pada Rasulullah dalam berkomunikasi. Apa yang dikatakan oleh Rasulullah memberikan dampak yang luar biasa pada anaknya. Orang yang mendengarnya akan tersentuh baik emosi maupun pikirannya. Ucapan beliau sanggup menggelorakan semangat, menyembuhkan hati yang gundah, merangsang penalaran, dan mencerahkan pikiran. Komunikasi yang dilakukan Rasulullah adalah komunikasi yang berlandaskan nilai di dalam Al Qur’an. Beberapa pelajaran mengenai komunikasi yang dapat ditarik dari Al Qur’an antara lain :

Prinsip Ketepatan dalam berkomunikasi (Qaulan Sadida)
Ketepatan dalam berkomunikasi (Qaulan sadida) adalah berbicara secara positif, tegas, tanpa mengelabui, jujur, tidak mengandung kebohongan dan apa adanya. Qaulan sadida juga bermakna straight to the point (langsung ke pokok permasalahannya). Qaulan sadida memuat tidak berbelit-belit, kabur dan tidak pula menyembunyikan kebenaran. Ketegasan baru akan bermakna sebagai ketegasan –bukan kekerasan—apabila di dalamnya ada konsistensi. Ketegasan merupakan pengokoh kelembutan. Ketegasan dan kelembutan seringkali dipertentangkan, padahal tidak ada sedikit pun pertentangan di antara keduanya. 

Orang yang sangat lemah-lembut bisa sangat tegas. Rasulullah merupakan contoh terbaik orang yang mampu menggabungkan kelembutan dan ketegasan, sehingga seandainya Fathimah putri Rasulullah mencuri, dia sendiri yang akan memotong tangannya. Sebaliknya, orang yang sangat keras dan kasar sekalipun sangat mungkin tidak mampu bersikap tegas. Sungguh, keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Sikap keras dan kasar seringkali timbul dari ketidakmampuan mengelola emosi, sementara ketegasan dan kelembutan muncul dari kesanggupan untuk menata hati dan meneguhkan jiwa. Ini berbeda dengan sikap lemah tak berdaya yang terkadang tampak sebagai kelembutan.

Pada tahap perkembangan operasional  konkrit anak belum memahami sebab dan akibat. Banyak sekali dijumpai kasus dimana hukuman orang tua tidak dapat meredahkan perilaku anak. Oleh karena itu orang tua harus memberikan alasan untuk hukuman yang ia berikan dalam bahasa ringkas dan sederhana. “Ibu kurangi uang jajan kamu disekolah karena kamu tidak pernah mau jika disuruh membantu ibu”. Dari sini anak mengerti hubungan antara pengurangan uang jajannya dan tingkah lakunya yang salah.

Prinsip Kesesuaian dalam berkomunikasi (Qaulan Baligha)
Prinsip kesesuaian mengandung maksud bahwa komunikasi benar-benar sesuai dengan apa yang hendak diungkapkan. Prinsip kesesuaian juga menjelaskan bahwa kalimat-kalimat yang diucapkan sesuai dengan situasi dan kondisi anak. Sebagaimana makna dari kata baligh yang artinya ‘sampai’, maka komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang ‘sampai’ pada anaknya. Kita telah mengetahui bahwa Rasul selalu berbicara dengan bahasa kaumnya. Inilah yang dimaksud dengan prinsip kesesuaian.

Seorang ulama mengatakan “Bicaralah dengan hatimu, bukan mulutmu, karena jika mulutmu yang berkata maka hanya sampai pada telinga. Akan tetapi ketika hatimu yang bicara maka hati juga yang menerimanya”. Melalui perkataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sampai tidaknya komunikasi pada anaknya disebabkan oleh niat dan tertatanya hati. Di sisi lain kesesuaian komunikasi juga dapat dicapai dengan adanya kesediaan untuk menerima tanggapan dari anak. Misalnya dengan memberi kesempatan anak untuk memberi tanggapan.

KOMUNIKASI PADA ANAK
Melakukan komunikasi pada anak  adalah bagian penting dalam proses mendidik anak. Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam berkomunikasi dengan anak antara lain:

Komunikasi Syukur (Komunikasi Syakartun)
Komunikasi syukur adalah komunikasi yang didasarkan pada prinsip bahwa jika anak bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh-Nya, maka Alloh akan menambah nikmat padanya. Komunikasi ini akan membangun sikap optimis pada anak. Ketika anak melakukan kesalahan, anak tidak dihadapkan bahwa sumber dari kegagalan adalah pribadi anak. Sebaliknya anak disadarkan bahwa sumber kegagalan adalah tindakan yang tidak sesuai dengan aturan hukum atau norma agama. Kesalahan anak adalah ketika anak memilih melakukan tindakan tersebut.

 Orang tua dapat menyatakan kepada anak, “Nana kalau rajin membaca dan beribadah, Alloh pasti akan memberikan kepandaian pada Nana”. Harga diri anak masih terjaga. Anak masih memiliki kemungkinan untuk tidak memilih tindakan yang jelek tersebut karena yang jelek bukan dirinya. Anak masih memiliki kemungkinan untuk bertindak yang bagus.

Komunikasi Larangan (Komunikasi La Takrobu)
Komunikasi larangan digunakan untuk mengenalkan larangan kepada anak. Prinsip utama dari komunikasi ini adalah menjelaskan ketidakbaikan melalui apa yang dilarang. Oleh karena itu orang tua dituntut untuk memberi pengertian kepada anak mengapa sesuatu itu membahayakan atau merugikan. Dalam memberikan larangan, penekanan resiko diberikan pada pelaku tindakan yang salah sehingga konsep su’udzhan mewarnai komunikasi ini.
Meskipun memberikan larangan, komunikasi larangan merupakan ekspresi perhatian dan kelembutan orang tua. Katakan pada anak misalnya “Ibu sangat bangga kepadamu menjadi anak yang pandai. Jangan membolos, sebab membolos menyebabkan diri kurang pandai dan tidak  naik kelas”. Dalam memberikan larangan, orang tua tidak perlu menggunakan kata kamu dalam menunjukkan sisi negatif kalimat yang dilarang. Penggunaan kata kamu akan menghantam harga diri anak.

Komunikasi Rangsangan (Komunikasi Wal ‘Ashr)
Komunikasi rangsangan adalah komunikasi yang dilakukan dengan memotivasi anak melakukan tindakan yang bagus tanpa memerintahkannya. Cara yang dilakukan adalah dengan merangsang anak untuk menalar dan bertanya pada diri sendiri, berpikir dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Dengan adanya penalaran tersebut maka komunikasi ini akan meningkatkan sikap kritis terhadap kondisi lingkungan. Contoh dari komunikasi rangsangan misalnya “Hani, semua orang nanti pasti akan menyesal di hari tuanya. Mereka selalu bersedih, kecuali mereka yang sejak kecil rajin membaca dan berdoa

Komunikasi Taubat (Komunikasi Taubah)
Komunikasi taubat adalah cara komunikasi yang diterapkan pada saat  anak mendapati kegagalan dan melakukan kesalahan. Kalimat yang membangun optimisme anak diletakkan lebih awal daripada kalimat yang menjelaskan tindakan yang terjadi. Sesudah menjelaskan tindakan yang salah, maka optimisme ditekankan kembali. Komunikasi taubat juga dapat digunakan ketika menyampaikan larangan. Yaitu dengan menunjukkan alternatif perilaku selain perilaku salah yang telah dilakukan anak. “Kalau mau mengaji, jangan suka mengganggu teman. Nanti teman membencimu, bantulah temanmu itu”. 
Oleh : Sofia Retnowati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar