Sabtu, 31 Agustus 2013

Menemukan identitas

Batin yang gelisah selalu "mencari" kesana kemari untuk dapat berbahagia. Mencari titik titik identitasnya yang terserak di semesta.

Ia pergi ke puncak gunung untuk menemukan identitas pemandangan yang indah, padahal pemandangan hanyalah pemandangan. Apakah identitasnya sama dengan pemandangan?
Ia pergi ke wahana wisata untuk menghadirkan berbagai kebahagiaan. Tapi batinnya tetap letih, sebab berbeda antara keinginan pikiran dan kebutuhan sang batin.

Ia pun pergi ke luar negeri untuk menemukan identitas dirinya yang mungkin saja terserak di negeri cina, itali, mesir, spanyol atau amerika. Ia pun semakin jauh dari batinnya.

Ia puaskan dirinya untuk berbisnis mencari uang dan uang, dan semakin banyak uang terkumpul, semakin sulit pula identitas batin bersua dengannya.

Oh batin, dimanakah identitasmu?
Lelah batinnya, karena fisik terus mencari ke luar, sehingga semakin terseraklah sang batin.
Nonton acara lawak, vcd, bioskop, lagu dan musik, berita televisi, baca buku-buku, koran, tabloid, majalah, kelas motivasi, wayang, travelling, gonta-ganti pasangan, ikutan komunitas, bisnis, pengajian ke mana-mana, games, BB-an, FB-an, Androidan, tiduran, semedi, dan lain sebagainya... Dan identitasnya pun semakin tak jelas walaupun pikirannya sudah mereka-reka...
Siapa saya? Untuk apa saya hidup? Siapa Tuhan saya? Mau kemana saya?
Kalaulah itu semua sudah terjawab lalu "kenapa saya mudah gelisah, mudah khawatir, dan mudah tersinggung?"
Sahabatku, Kenapa aku ini ada? Inilah pertanyaan dasar yang harus aku temukan jawabannya. Kalau aku tak mampu menjawab pertanyaan ini maka kegundahan selalu bersamaku.

Tak mungkin aku ini ada karena kebetulan atau ketidaksengajaan. Sebab kalau aku ini ada karena kebetulan maka dunia ini adalah hasil kumpulan kebetulan. Dan itu mustahil.

Bila dunia adalah kumpulan kebetulan, niscaya terjadi ketidakseimbangan yang besar. Niscaya sejak dahulu dunia sudah hancur.

Artinya, aku ada karena sudah direncanakan, by design, not by accident. Ada yang merencanakan agar aku ada di dunia ini. Ada yang mengadakanku, ada yang menciptakanku.

Aku pun mulai sadar, bahwa gundah hadir karena aku menjauh dari rencana yang mengadakanku, Sang Penciptaku. Karena aku adalah CIPTAAN, dan bukan PENCIPTA

Aku mulai tenang, tugasku jalani saja hidup sesuai kehendak Pencipta dan Pengaturku. Kalau aku keluar dari kehendak-Nya, pasti galaulah aku, binasalah aku.
Tapi... Mau KEMANA aku? Ah, mana ku tahu, yang ku tahu "sekarang" aku masih di "sini".
Apa maksud di "sini"? Apakah ada yang bernama di "sana"? Bukankah setelah aku bergerak ke sana, ternyata di "sana" pun menjadi di "sini". Berarti hakikatnya di sana ya di sini. Padahal "sini" menjadi eksis karena hadirnya "sana".

Lha, kalau "sana" ternyata "sini" berarati "sana" itu gak ada. Kalau "sana" gak ada, berarti untuk apa ada "sini"? Jangan-jangan "sini" pun gak ada.

Oh dimana identitasku?
Lalu, apa itu "sekarang"? Yang jelas yang bukan "sekarang" adalah "dahulu" dan "nanti". Tapi, "Dahulu" hanyalah "sekarang di waktu lalu". Dan "Nanti" adalah "sekarang di waktu yang akan datang".

Lalu kapan sesungguhnya WAKTU terjadinya "sekarang"? Berapa lama "sekarang" itu? 1 detik, sepersepuluh detik, seperseratus detik, atau sepertakhingga detik? Hai "sekarang", dimana kamu berada? Dimanaaaaa...?
Cling, kalau sekarang subuh maka nanti adalah zuhur. Tapi di saat nanti, maka zuhur menjadi sekarang dan subuh menjadi dahulu. Hei, sebentar, bukankah "nanti"nya zuhur adalah ashar, "nanti"nya ashar adalah maghrib, "nanti"nya maghrib adalah isya, dan "nanti"nya isya adalah subuh?
Jleb, KEMBALI ke subuh ya. Lalu kemana "sekarang"? "Sekarang" terlalu cepat bergerak, sangat cepat, saking cepatnya maka "sekarang" menjadi "tak terlihat", "tak terdeteksi", "lenyap". Jangan-jangan "sekarang" memang tak pernah ada, atau "Sekarang" dan "di sini" hanyalah eksis "sangat sementara"... Oh ini semua benar-benar PERMAINAN yang MENIPU.. tapi aku gak boleh tertipu.
Dan Kesadaranku pun berbisik "Hai Zain, bukan SEKARANG identitasmu, melainkan KEMBALI..."

Yup, KEMBaLI, itulah salah satu identitasku. Pantas saja kemarin banyak yang MUDIK atau PULANG KAMPUNG, karena mereka hendak kembali ke tanah kelahiran mereka. Dan pulang kampung yang sesungguhnya adalah pulang ke kampung akhirat. Apa? Akhirat? AKHIR?
"Kembali ke AKHIR?" Apa maksudnya? Bukankah kalau kembali itu biasanya ke AWAL? Jangan-jangan AWAL itu AKHIR...
Kalau demikian, berarti pertanyaan "KEMANA aku" memiliki jawaban yang sama dengan "DARIMANA aku"? Oh, I see, "darimana aku" dan "kemana aku" dikarenakan "kembali" pastinya ya ke situ-situ juga... Awal adalah Akhir, Akhir adalah Awal, My Start is My Finish... Subhaanallaah..

Pantas Tuhanku senang sekali kepada hamba-hamba-Nya yang berTAUBAT, bukankah TAUBAT itu artinya KEMBALI?

Sebuah perjalanan dari titik awal KEMBALI lagi ke titik awal. Sebab akhir adalah awal.

Titik pertemuan ini disebut TITIK NOL. Why? Sebab ia adalah sebuah titik yang bergerak pada orbitnya membentuk putaran seperti angka NOL.
Yup, Bulan berputar mengelilingi bumi, putarannya membentuk angka NOL. Muslimin yang Thawaf pun berputar membentuk angka NOL.
So, apakah Identitasku KEMBALI menjadi NOL?

Oh aku ini NOL. Hanya hamba-NYA (ABDULLAH) yang bertugas memarketingkan-NYA ke semesta (KHALIFAH).

Itulah tugas angka NOL, menggelinding ke sana kemari bersama intruksi-NYA, menyembah-NYA, menebarkan asma-NYA ke semesta.

Kalau aku berusaha menjadi angka 1,2, atau sejuta, maka akulah pengejar pahala yang lupa menyembah-NYA, lalu ku bangga dengan pahala-pahalaku.

Kalau aku menjadi -1, -2, atau minus sejuta, maka akulah pelaku dosa, dan enggan bertaubat atas dosaku.

Ya اَللّه, aku sadar bahwa NOL adalah identitasku. Maafkan aku yang masih lupa MENGEMBALIkan berbagai pujian kepada-MU, lupa MENGEMBALIkan berbagai musibah untuk mengingat-MU, dan lupa MENGEMBALIkan berbagai dosa-dosaku pada-MU melalui istighfar dan taubatku.

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ وَلَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمَ

Jiwaku tenang bila aku tak melekat dengan pahala-pahalaku, tak melekat dengan dosa-dosaku, tak melekat dengan musibah-musibahku, tak melekat dengan kelebihan atau kekuranganku, kecuali hanya melekat pada-MU.
Ya اَللّه, mudahkan aku dan siapapun yang membaca tulisan ini kembali menjadi NOL.

Tak melekat dengan apapun kecuali dengan-Mu. Sehingga tenang jiwa kami, dan rindulah kami atas panggilan-Mu :

"Hai Jiwa yang TENANG, datanglah kepada RABB-mu dalam keadaan ridho lagi diridhoi.... "

Wallahu a'lam T A M A T
Kang Zain Awareness Trigger 2a0816be Penulis Buku "The Zero", Hidup Penuh Keajaiban Tanpa Menuhankan Keajaiban

Silakan dishare, dan temukan identitasmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar