Jumat, 25 Maret 2011

Umar bin Khattab

Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat terdekat nabi yang menjadi khalifah ke dua (khulafaur rosyidin) setelah Abu Bakar Ashidiq pada tahun 634-644. Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Ayahnya bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar bin Khattab lahir di Mekkah pada tahun 581 dan wafat pada November 644.

Umar bin Khattab sosok yang disiplin, tegas, adil, bijaksana, sederhana dan sangat mencintai umat. Inilah sosok salah satu pemimpin terbaik yang dimiliki oleh umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah. Umar sebagai Khalifah tidak sekadar kepala negara dan kepala pemerintahan, lebih-lebih dia sebagai pemimpin umat. Ia sangat dekat dengan rakyatnya, ia menempatkan diri sebagai salah seorang dari mereka.


Tradisi Jahiliyah

Sebelum Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar bin Khattab mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku". Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan kaum Quraish. Beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur.Setelah menjadi muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali. Tetapi, setelah masuk Islam, belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas. Sehingga ada kisah, Pada malam hari, Umar bermabuk-mabukkan sampai Subuh. Ketika waktu Subuh tiba, beliau pergi ke masjid dan ditunjuk sebagai imam. Ketika membaca surat Al-Kafirun, karena ayat 3 dan 5 bunyinya sama, setelah membaca ayat ke 5, beliau ulang lagi ke ayat 4 terus menerus. Akhirnya, Allah menurunkan larangan bermabuk-mabukkan yang tegas.

Memeluk Islam

Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya. Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu'aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.

Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur'an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur'an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.

Masuk Islamnya beliau menjadi kekuatan bagi kaum muslimin lagi kemenangan yang nyata. Segera setelah itu mereka mengikrarkan keislaman setelah sekian lama dipendam. Beliaulah ikon pemisah antara kebenaran dan kebatilan hingga dikisahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjulukinya pada hari tersebut dengan ” Al Faruq” ( Sang Pembeda). Umar bin Khattab sangat kuat memegang agama, keras dalam hal kebenaran, tidak peduli celaan demi perintah Allah, cerdas pikirannya, tajam akalnya dan terang mata hatinya. Allah menjadikan kebenaran ada lisan dan hatinya. Umar Bin Khattab menjabat Khalifah setelah Ash Shiddiq. Masa pemerintahannya menjadi kunci pembuka kemenangan Islam dan penyangga perjuangan ditandai dengan jatuhnya singgasana Kisra ( Raja Persi) dan Qaisar (Raja Romawi), Raja dua negeri besar pada saat itu.

Kehidupan di Madinah

Umar bin Khattab adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yatsrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad.

Kematian Muhammad SAW

Setelah sakit dalam beberapa minggu, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah), di Madinah.Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu. (Hayatu Muhammad, M Husain Haikal). Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas mengatakan:
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."

Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an :
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (surat Ali 'Imran ayat 144)
Umar lantas menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan.

Masa kekhalifahan Abu Bakar

Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk menggantikannya.

Pengangkatannya Sebagai Khalifah

Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallohu anhu merasakan telah dekat ajalnya, maka beliau berfikir mencari penggantinya untuk memimpin kaum Muslimin. Sehingga beliau memutuskan untuk mengangkat ‘Umar, lalu beliau memanggil ‘Utsman bin ‘Affan, lalu berkata: “Tulislah!” maka ‘Utsman me-nulisnya:

"Bismillahirrohmaanirrohiim"

Ini adalah pernyataan Abu Bakar, Muhammad shalallohu alaihi wa sallam di saat akhir hidupnya di dunia, dan mulai memasuki gerbang akhirat, di mana orang kafir beriman, orang yang zalim yakin, dan pendusta akan jujur, aku mengangkat setelahku untuk memimpin kalian ‘Umar bin al-Khath-thab. Dengarkan dan taatilah ia. Sesungguhnya aku menginginkan kebaikan untuk Alloh, Rosul-Nya, agama-Nya, diriku dan kalian. Jika ia berbuat adil, maka itulah dugaan dan ijtihadku tentangnya. Dan jika ia berubah, maka aku tidak mengetahui perkara ghoib, setiap orang akan menda-patkan apa yang diusahakannya. Dan orang-orang zalim akan mengetahui tempat kembali mereka.”

Kemudian beliau memerintahkan berbai’at, dan dibacakan kepada kaum Muslimin. Mereka berkata: ‘Kami dengar dan kami taati.’

Masa Pemerintahan Ummar bin Khattab

Selama pemerintahan Umar bin Khattab, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.

Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.

Umar bin Khattab melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.

Umar bin Khattab dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Jasa-Jasanya

a. Perhatian Terhadap Umat.

Sebagai khalifah, hidup sahabat Nabi shalallohu alaihi wa sallam yang dikenal dengan Abu Hafsh radhiallohu anhu ini benar-benar didedikasikan untuk mencapai ridha Ilahi. Ia berjuang bagi kepentingan umat, benar-benar memperhatikan kesejahteraan umat. Pada malam hari, ia sering melakukan investigasi untuk menge-tahui keadaan rakyat jelata yang sebenarnya.

Suatu malam, beliau mendengar suara samar-samar dari gubuk kecil, ‘Umar radhiallohu anhu mendekat dan memperhatikan dengan seksama suara itu, ia melihat seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya yang sedang menangis. Ibunya kelihatan memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang ibu berkata: “Tunggulah, sebentar lagi makanannya akan matang.” Sebuah rayuan darinya.

‘Umar bin Khattab penasaran. Setelah memberi salam dan minta izin, ia masuk dan bertanya: “Mengapa anak-anak ibu tak berhenti menangis?”
“Mereka kelaparan!” jawab sang ibu.
“Mengapa tak ibu berikan makanan yang sedang ibu masak sedari tadi?” tanya ‘Umar.
“Tak ada makanan. Periuk yang dari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berfikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”
“Mengapa ibu tidak meminta pertolongan kepada khalifah? Mungkin ia dapat menolong ibu dan anak-anak dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan membantu kehidupan ibu dan anak-anak.”, ujar ‘Umar menasehati.
“Khalifah telah menzalimi saya….” jawab sang ibu.
“Bagaimana khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” ‘Umar keheranan.
“Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharus-nya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang bernasib sama dengan saya.”, jawab sang ibu yang menyentuh hati ‘Umar.
‘Umar bin Khattab berdiri dan berkata: “Tunggu sebentar bu, saya akan kembali.”
Walaupun malam semakin larut, ‘Umar bin Khattab bergegas menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum di pundaknya. Satu sahabatnya, membantu membawa minyak samin untuk memasak.

Karena merasa kasihan kepada khalifah, sahabatnya berniat membantu ‘Umar bin Khattab memikul karung itu. Tapi dengan tegas ‘Umar radhiallohu anhu menolak tawarannya: “Apakah kamu mau memikul dosa-dosa saya di akhirat kelak?”

b. Baitul Mal

Orang yang pertama kali membuat sistem Baitul Mal adalah ‘Umar bin Khattab radhiallohu anhu, pemasukannya dari zakat kaum Muslimin dan pembayaran jizyah Ahli dzimmah (orang kafir yang minta perlindungan Islam), seperlima dari hasil rampasan perang, dan warisan orang Muslim yang meninggal tidak mempunyai ahli waris. Baitul Mal yang terlepas dari kezaliman, bersih dari perbuatan-perbuatan para raja yang mengambil harta rakyatnya dengan ke-zaliman. Adapun penyaluran uang Baitul Mal; zakat diberikan kepada yang berhak mendapatkan zakat. Jizyah disalurkan di jalan Alloh subhanahu wa ta’ala, yaitu untuk biaya menambah pasu-kan perang. Seperlima hasil rampasan perang untuk Alloh subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya shalallohu alaihi wa sallam, kerabatnya, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin dan Ibnu sabil.

c. Sistem Administrasi Rapi

Umar bin Khattab adalah seorang administrator ulung. Bukti dan kenyataan dari hal tersebut adalah semenjak ia memegang tampuk kekuasaannya. Pekerjaan pertama yang dilakukan oleh khalifah ‘Umar bin Khattab adalah menetapkan penanggalan atau kalender Hijriyah. Alasannya, surat-surat administrasi yang disampaikan padanya oleh para pegawai pemerintahan dan para panglima perangnya, hanya mencantumkan tanggal dan bulan saja, tanpa tahun. Hal ini disebabkan umat Islam belum me-miliki kalender khusus milik mereka sendiri.

Melihat hal itu, ‘Umar bin Khattab merasa prihatin dan meminta para sahabat Nabi shalallohu alaihi wa sallam agar menetapkan kalender bagi kaum Muslimin. ‘Umar bin Khattab mengusulkan agar menjadikan peris-tiwa hijrahnya Nabi shalallohu alaihi wa sallam dari Makkah ke Madinah sebagai awal permulaan kalender Islam. Alasannya, hijrah Nabi shalallohu alaihi wa sallam merupakan pondasi awal bagi pembentukan negara Islam yang mencakup jazirah Arab di bawah naungan panji-panji Islam, kemudian meluas hingga mencakup Mesir, Irak dan sebagian besar negeri Persi.

Pekerjaan kedua, membagi harta rampasan. Hasil pajak dan upeti dibagi: 4/5-nya bagi bala tentaranya, sedang sisanya yang 1/5 untuk ‘Umar bin Khattab. Apabila seseorang memiliki tanah, ia mempunyai hak untuk memetik hasilnya dengan memberikan pajak penghasilan. ‘Umar bin Khattab juga menerima 1/5 dari pajak bumi dan upeti, yang dibeban-kan bagi musuh yang kalah berperang dan tidak masuk Islam.

Dengan demikian beliau memiliki harta yang banyak dan melimpah. Ia mendirikan sebuah kantor yang mengurusi semua harta yang masuk padanya agar dapat dibagikan kepada umatnya secara merata (adil). ‘Umar bin Khattab menyuruh tiga orang Quraisy, agar masing-masing mendata warga kabilahnya yang dimulai dari warga Bani Hasyim. Tujuan itu semua adalah bahwa harta tidak boleh dibagikan kecuali untuk tujuan yang baik (jelas), yaitu biaya untuk memperkuat armada perang. Apabila mereka berperang, Amirul Mukminin wajib memberikan hak mereka dari harta tersebut dan membiarkan mereka berhak atas harta rampasan. ‘Umar bin Khattab juga menetapkan hak-hak bagi para keluarga dan janda-janda mereka.

‘Umar bin Khattab menyerahkan hak tersebut kepada umatnya, dengan caranya sendiri. Beliau memulainya dari keluarga Nabi shalallohu alaihi wa sallam baru kemudian kaumnya, sesuai dengan fungsi dan jabatannya. Saat memberikan hak, ia mengurutkan umatnya sesuai jangka lamanya seseorang memeluk Islam, pengorbanannya bagi Islam dan ketekunannya membaca al-Qur’an. Bagi kaum Muhajirin sebelum Fathu Makkah, ‘Umar menetapkan hak sebesar 3.000 dirham setiap tahun, dan bagi yang ikut perang Badar sebanyak 5.000 dirham. Sedang-kan bagi yang ikut hijrah ke Habasyah dan mengikuti pe-rang Uhud memperoleh jatah 4.000 dirham. Sementara bagi keluarga yang ditinggal perang Badar memperoleh bagian sebanyak 3.000 dirham kecuali Hasan dan Husain, kepada mereka ‘Umar bin Khattab memberi sebanyak yang diberikan ke-pada ayah mereka berdua, yaitu 5.000 dirham. Dan bagi Usamah bin Zaid sebesar 4.000 dirham. Mengetahui pembagian ini, putra beliau yang bernama ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallohu anhuma protes, “Mengapa engkau tetapkan bagiku hanya sebesar 3.000 dirham, sedangkan bagi Usamah engkau berikan 4.000 dirham?”

‘Umar bin Khattab, “Aku lebihkan bagiannya sebab ia lebih dicintai Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam daripada engkau, dan karena ayahnya lebih dicintai Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam daripada ayahmu.”

d. Ekspansi di Zaman ‘Umar bin Khattab

Setelah orang-orang membai’at ‘Umar bin Khattab, beliau langsung melanjutkan tugas-tugas yang diemban Abu Bakar radhiallohu anhu. Di antara tugasnya adalah meneruskan penaklukan kota-kota di Syam, Persia dan benua Afrika, sehingga banyak kota yang terbuka di masa ‘Umar radhiallohu anhu, di antaranya kota Babel, Basath, Jalaula’, Masabdzan, al-Ahwaz, Nahawand, Khura-san, Sijistan, Damaskus, Homs, Mesir, dan kota-kota lain-nya. Zaman ‘Umar bin Khattab termasuk zaman yang gemilang dengan melimpahnya uang, hingga anak yang masih dalam kandungan pun sudah diberikan jatah untuk kehidupan-nya oleh khalifah.

e. Pembangunan Kota.

Ada dua pembangunan kota besar setelah Madinah dan Makkah, yaitu:

a) Kota Kufah.

Kota ini dibangun pada tahun 17 H. Arsiteknya ada-lah Abi Hayyaj bin Malik. Ia menjadikan lebar jalan utamanya 14 kaki, dan jalan kecilnya 7 kaki. Pertama kali yang dibangun adalah masjid, dan di sana dibangun juga istana Kufah dan rumah-rumah penduduknya sangat teratur, baik bentuk bangunannya maupun jarak antara rumah-rumahnya. Kota ini terletak di tepi sungai sebelah barat sungai Eufrat, di antara keduanya dibatasi kebun-kebun kurma yang saling berdekatan, hijaunya dapat dilihat sejauh pandangan mata.

b) Kota Bashrah.

Pada tahun yang bersamaan juga dibangun kota Basrah, sebuah kota dekat Teluk Persia di sebelah kota Dajlah.

‘Umar bin al-Khattb menjadikan ibukota Irak menjadi dua bagian; sebelah atas ibukotanya Kufah, dan gubernurnya Sa’ad radhiallohu anhu dan sebelah bawah ibu kota-nya Basrah dan gubernurnya ‘Utbah radhiallohu anhu.

f. Pembentukan Pos-Pos Perhubungan

Di antara sistem informasi yang baru pada zaman ‘Umar bin Khattab adalah beliau membuat pos-pos setiap 50 mil yang dihuni oleh beberapa orang disertai seekor kuda. Kegunaan pos ini, ketika Amirul Mukminin memberikan perintah kepada pimpinan tentara atau gubernur di daerah yang biasa ditempuh selama sebulan dapat ditempuh dengan waktu setengahnya, setiap utusan berhenti, istirahat di setiap pos, dan memberikan surat Amirul Mukminin kepada penjaga tersebut, lalu ia digantikan orang yang di pos tersebut melanjutkan perjalanannya, begitu selanjutnya pada setiap pos.

Pujian Para Sahabat Terhadapnya

Abu Bakar ash Shiddiq radhiallohu anhu berkata, “Tidak ada seorang laki-laki yang lebih aku cintai di muka bumi ini selain dari ‘Umar.”

Abu Bakar radhiallohu anhu tidak melihat orang yang lebih tepat untuk memegang jabatan khalifah sepeninggal beliau selain ‘Umar radhiallohu anhu, maka beliau pun berwasiat agar penggantinya sebagai khalifah adalah ‘Umar radhiallohu anhu . Ketika orang-orang bertanya kepada Abu Bakar, “Apa yang akan engkau katakan kepada Robb-mu sementara engkau telah menunjuk ‘Umar sebagai khalifah?” Beliau menjawab, “Akan aku katakan kepada-Nya, aku tunjuk untuk memimpin mereka orang yang ter-baik di antara mereka.”.

Ibnu ‘Umar radhiallohu anhu berkata:

“Kami memilih siapa orang yang terbaik pada zaman Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam, lalu kami memilih Abu Bakar, kemudian ‘Umar dan kemudian ‘Utsman” (HR. al-Bukhari)

Ibnu ‘Umar radhiallohu anhu berkata, “Aku tidak melihat seorang laki-laki pun setelah Nabi radhiallohu anhu semenjak beliau wafat, orang yang lebih tegas dan pemurah selain dari ‘Umar.”

Hudzaifah bin al-Yaman radhiallohu anhu berkata, “Demi Alloh, aku tidak mengetahui seorang laki-laki yang tidak takut di jalan Alloh kepada celaan orang-orang yang suka mencela selain ‘Umar.”

‘Abdullah bin Mas’ud radhiallohu anhu berkata:

“Sesungguhnya masuk Islamnya ‘Umar merupakan pe-naklukan, hijrahnya adalah sebuah kemenangan, dan pe-merintahannya adalah sebuah rahmat.”

Kabar Gembira Untuknya

Abu Hurairah radhiallohu anhu meriwayatkan bahwa Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam bersabda:

“Ketika aku tidur, aku bermimpi di surga. Ada seorang wanita berwudhu di samping istana, aku bertanya, “Punya siapa istana ini?”. Mereka menjawab, “Kepunyaan ‘Umar.”. Maka aku teringat akan rasa cemburumu. Lalu aku pun berpaling ke belakang. Maka ‘Umar pun menangis dan berkata, ‘Apakah kepada-mu aku akan cemburu wahai Rosululloh?’” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

‘Ali bin Abi Thalib radhiallohu anhu berkata bahwa Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Abu Bakar dan ‘Umar adalah penghulu para penghuni surga dari kalangan orang tua mulai dari orang-orang yang pertama (al-awwalin) sampai orang-orang yang terakhir (al-akhirin), selain para nabi dan rosul. Janganlah engkau beri tahu mereka berdua –wahai ‘Ali– ketika mereka berdua masih hidup” (HR. Ibnu Mājah dan at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani)

‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallohu anhuma berkata, “Ketika ‘Umar telah diletakkan di atas pembaringannya (sehabis ditikam), maka orang-orang mengelilingi dan mendoakannya sebelum beliau diangkat, ketika itu aku berada di antara mereka, tiba-tiba seorang laki-laki muncul dari belakangku sambil memegang pundakku, ternyata ia adalah ‘Ali. Ia mendoakan rahmat bagi ‘Umar seraya berkata, “Tidaklah aku tinggalkan seorang laki-laki yang aku ingin menghadap kepada Alloh dengan membawa amal seperti amalnya selain engkau wahai ‘Umar. Demi Alloh, aku menduga bahwa Alloh akan mengumpulkanmu bersama kedua sahabatmu, karena sering sekali aku mendengar Nabi berkata, ‘Aku pergi bersama Abu Bakar dan ‘Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan ‘Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ‘Umar.” (HR. al-Bukhari)

Wafatnya

Keberhasilan ‘Umar bin al-Khattab radhiallohu anhu dalam memer-dekakan negara-negara dunia yang cukup luas, membuat para musuh Islam dipenuhi perasaan iri dan dendam, ter-lebih Yahudi dan Persia.

Untuk itulah muncul berbagai upaya untuk melakukan pembunuhan terhadap ‘Umar radhiallohu anhu. Hingga terlaksananya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah al-Majusi. Ia adalah budak Mu-ghirah bin Syu’bah yang menikam beliau dengan 6 tikaman dengan belati yang memiliki dua mata kail (badik) hingga melukai ‘Umar radhiallohu anhu dan beberapa sahabat ketika sedang shalat Shubuh. Tatkala seseorang mengetahui larinya, ia pun melempar mantel ke arahnya, maka seketika itu pula Abu Lu’luah bunuh diri. Akhirnya ‘Umar bin Khattab syahid pada tahun 23 H. Setelah diangkat menjadi khalifah selama 10 tahun 6 bulan, beliau wafat dalam usia 63 tahun dengan gelar syahid (martir).

Anas bin Malik radhiallohu anhu bercerita: “Bahwa Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam, Abu Bakar, ‘Umar, dan Utsman naik gunung uhud, kemudian gunung itu bergoncang. Maka Nabi shalallohu alaihi wa sallam bersabda: tetaplah, wahai Uhud, sesungguhnya di atasmu ada seorang Nabi, seorang Siddiq, dan dua orang syahid.” (HR. al-Bukhari)

Abu Lu’luah membunuh ‘Umarbin Khattab karena rasa ketidakpuasannya atas keadilan yang diberikan oleh ‘Umar bin Khattab terhadapnya menyangkut permasalahan kharraj (upeti) dan dihancurkannya kerajaan Persia. Abu Lu’luah pernah mengadu pada ‘Umar bin Khattab tentang berat dan banyaknya upeti yang harus dikeluarkannya. Tetapi ‘Umar menjawab: “Kharrajmu tidak terlalu banyak.” Kemudian ia menggerutu, “Keadilan ‘Umar menyangkut semua orang kecuali aku.”

Ketika diberitakan kepada ‘Umar bahwa yang membunuhnya adalah Abu Lu’luah, Khalifah ‘Umar bin Khattab berkata: “Segala puji bagi Alloh yang tidak menjadikan kematianku di tangan orang yang mengaku Muslim.”

Kemudian ‘Umar bin Khattab berwasiat kepada putranya: “Wahai ‘Abdulloh, periksalah utang-utangku!”

Menjelang wafatnya, beliau membentuk dewan pemilihan khalifah yang terdiri dari 6 orang sahabat, yaitu ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, ‘Abdur Rahman bin ‘Auf, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin ‘Ubaidillah radhiallohu anhum.

Setelah itu ‘Umar bin Khattab juga menyuruh anaknya untuk menghadap ‘Aisyah radhiallohu anha (isteri Nabi shalallohu alaihi wa sallam) guna meminta izin untuk dikuburkan berdampingan dengan kedua sahabat-nya (Nabi shalallohu alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiallohu anhu). Maka ‘Aisyah radhiallohu anha pun memberikan izin kepadanya. Maka selesailah tugas Khalifah ‘Umar bin Khattab dalam mengendalikan roda kepemimpinan kaum Muslimin.

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar